Dirinya menyebut, karena banyaknya menggunakan mata uang dolar AS dalam penyelesaian transaksi, barang dagang, baik jasa maupun investasi, dapat menimbulkan ketergantungan pada pasar valas domestik.
"Kalau pasar valas yang sehat, itu artinya ada pasar valas Rupiah dengan YEN, rupiah dengan euro, rupiah dengan ringgit, intinya Rupiah dengan mata uang negara-negara mitra dagang dan investasi kita," kata Doddy
Namun karena masih menggunakan dolar AS, meski berdagang dengan China, Jepang, Thailand dan lain-lain, Indonesia harus tetap menggunakan dolar AS. Hal ini membuat mata uang Rupiah menjadi sangat sensitif terhadap apa yang terjadi dengan dolar AS.
"Karenanya Bank Indonesia berinisiatif untuk terus mencoba menjaga stabilitasnya dengan melakukan pendekatan yang sifatnya lebih struktural, yaitu dengan mendalami pasar keuangan, terutama pasar keuangan valas non-dolar AS dalam negeri," kata Doddy.
(Dani Jumadil Akhir)