Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mengerikan! Ini 5 Dampak AS Larang Impor Minyak dari Rusia

Tim Okezone , Jurnalis-Rabu, 09 Maret 2022 |11:31 WIB
Mengerikan! Ini 5 Dampak AS Larang Impor Minyak dari Rusia
Dampak AS larang impor minyak. (Foto: Reuters)
A
A
A

JAKARTA - Deretan dampak yang berimbas ke dunia setelah Amerika Serikat (AS) umumkan larang impor minyak ke Rusia akan diulas dalam artikel ini.

AS resmi melarang impor minyak ke Rusia sehingga kini minyak mentah jenis Brent menjadi hampir $140 per barel.

Diketahui, Rusia merupakan pengekspor minyak mentah dan BBM terbesar di dunia, sekitar 7 juta barel per hari (bph) atau 7 persen dari pasokan dunia.

Dari pelarangan ini berakibat memacu harga yang sudah meroket dan berisiko mengalami guncangan inflasi.

 BACA JUGA:Mendag Minta Pedagang Minyak Goreng di Pasar Pasang Spanduk, untuk Apa?

Berikut ini dirangkum Okezone dari VOA Indonesia, Rabu (9/3/2022), terkait dampak AS larang impor minyak ke Rusia:

1. Inflasi

Tercatat harga gas alam mencapai level tertinggi sepanjang masa sehingga mengakibatkan harga biaya energi melonjak drastis. Di mana ini menyebabkan inflasi di atas 7 persen di kedua sisi Atlantik dalam beberapa bulan mendatang sehingga mengikis kemampuan daya beli rumah tangga.

Rusia tak hanya menjadi pemasok utama minyak dan gas, tapi juga sebagai eksporter biji-bijian dan pupuk terbesar di dunia dan produsen utama paladium, nikel, batu bara, dan baja.

Kini, pengucilan kegiatan ekonomi Moskow dari sistem perdagangan dunia akan memukul berbagai industri dan menambah ketakutan keamanan pangan global.

2. Hambat Pertumbuhan

Larangan impor minyak Rusia bisa emakin memperlambat pemulihan global.

Apalagi, kini dunia baru mulai bangkit sejak diterpa pandemi Covid-19.

Pada perhitungan awal oleh Bank Sentral Eropa (ECB) menunjukkan bahwa perang dapat memotong pertumbuhan ekonomi Eropa sebesar 0,3 hingga 0,4 persen pada tahun ini dalam skenario dasar dan mencapai 1 persen jika perang semakin parah.

 BACA JUGA:Harga Minyak Dunia Meroket USD110/Barel tapi Mulai Langka

Sehingga, ada risiko stagflasi yang tinggi, atau pertumbuhan kecil hingga minimal ditambah dengan inflasi yang tinggi. Namun, selanjutnya, pertumbuhan zona euro kemungkinan akan tetap kuat, bahkan jika harga komoditas terbukti menjadi hambatan pada beberapa bulan ke depan.

Kemudian, The Fed memperkirakan setiap kenaikan $10 per barel harga minyak, dapat memangkas pertumbuhan sebesar 0,1 poin persentase.

Adapun pihak swasta memprediksikan bahwa dampaknya tidak signifikan.

Dilanjut dengan Di Rusia, dampak inflasi diperkirakan signifikan.

Itu berdasarkan data JPMorgan memperkirakan bahwa ekonominya akan berkontraksi sebesar 12,5 persen.

3. Harga Melambung

Dampak pada melambungnya harga juga ditakutkan akan terjadi.

Hal itu karena pemerintah Barat belum secara langsung memberikan sanksi kepada sektor energi Rusia, tetapi beberapa konsumen sudah menjauhkan diri agar tidak terjerat dengan masalah hukum nanti.

JP Morgan juga sudah memperkirakan harga minyak dapat mencapai rekor $185 per barel pada akhir 2022 jika gangguan terhadap ekspor Rusia berlangsung selama itu.

Di mana sebagian besar analis dan perbankan yang disurvei Reuters mengharapkan harga rata-rata tahunan di bawah $100.

Lalu, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak juga sudah memperingatkan negara-negara Barat atas konsekuensi dari pelarangan ekspor minyaknya.

Novak memprediksi adanya kemungkinan harga minyak yang meroket yang melebihi $300 per barel serta penutupan pipa gas utama Rusia-Jerman jika pemerintah menindaklanjuti ancaman untuk memotong pasokan energi dari Rusia.

Sebagai informasi, harga minyak bertengger di atas $100 adalah pada 2014 dan level yang dicapai pada Senin (7/3) tidak jauh dari harga tertinggi yang mencapai lebih dari $147 pada Juli 2008.

"Perang berkepanjangan yang menyebabkan gangguan luas pada pasokan komoditas dapat membuat Brent bergerak di atas $150 per barel," kata Analis komoditas di UBS Giovanni Staunovo.

4. Energi Alternatif

Kemudian, ada pula meningkatkan konsumsi bahan bakar fosil setelah merosot parah saat pandemi, sementara pasokan energi di seluruh dunia masih terbatas.

Itu membuat pembuat kebijakan akan berada di bawah tekanan untuk meningkatkan pasokan meskipun mereka sebelumnya berkomitmen untuk mendukung energi hijau.

5. Dampak ke Bank Sentral

Ada juga dampak inflasi telah terbukti sangat besar dan Ketua Federal Reserve Jerome Powell.

Dia mengatakan. bahwa suku bunga perlu dinaikkan pada bulan ini, menambah tekanan pada peminjam.

Sementara Untuk ECB, urgensi tindakan kebijakan tidak terlalu akut karena pasar tenaga kerja masih menikmati kapasitas cadangan dan hanya ada sedikit inflasi yang tumbuh di dalam negeri.

(Zuhirna Wulan Dilla)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement