JAKARTA - Masalah minyak goreng seperti mahalnya harga hingga kelangkaan dinilai kesalahan pemerintah sendiri.
Menurut ekonom senior Faisal Basri, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar memiliki harga CPO yang berbeda, meskipun produksi di kebun yang sama dan dijual ke negara yang sama juga.
"Yang menaikkan harga sebetulnya pemerintah sendiri untuk melayani oligarki," kata Faisal Basri dalam diskusi publik secara virtual, Kamis (7/4/2022).
Baca Juga: Miris! Pedagang Sampai Harus Keliling Agen demi Minyak Goreng Curah
Misalnya harga CPO di pasar global naik dari USD50 hingga USD100/barel, kenaikan harga global itu menurut Faisal bisa dibawa ke dalam negeri walaupun menjadi produsennya sendiri. Hal tersebut dilakukan dengan kebijakan dua harga.
"Jadi pemerintah sendiri yang menciptakan, karena pemerintah mengatakan, 'hai pengusaha CPO kalau kalian jual CPO ke pabrik biodisel harganya harga internasional tidak dipotong pajak ekspor', kalau jual untuk minyak goreng ya harganya USD75/barel," sambung Faisal Basri.
Menurutnya, kelangkaan minyak goreng dan tingginya harga minyak goreng ini adalah ulah dari kebijakan dua harga yang berbeda antara kebutuhan CPO untuk biodisel maupun untuk minyak goreng.
Faisal menambahkan, hal tersebut sangat menguntungkan pengusaha CPO. Jika pengusaha CPO menjual minyak mentahnya ke luar negeri dengan harga sekitar USD100/barel dengan pajak, maka dijual di dalam negeri dengan harga yang sama namun tidak terkena pajak ekspor.
Hal tersebut dapat dilihat dari data yang dirilis oleh Gabungan Pengasaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memang tercatat alokasi CPO untuk kebutuhan energi dalam hal hal ini biodisel lebih besar jika dibandingkan untuk konsumsi atau minyak goreng.
Konsumsi CPO dalam negeri untuk biodisel mengalami peningkatan di bulan Januari 2022 jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2021. Pada Januari 2021 konsumsi CPO untuk biodisel mencapai 448.000 ton. Jumlah tersebut melonjak menjadi 732.000 ton per Januari 2022.
Sedangkan konsumsi CPO untuk kebutuhan pangan justru menggambarkan hal sebaliknya alias mengalami penurunan pada Januari 2022 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021.
Pada periode Januari 2021, tercatat konsumsi CPO untuk produk pangan sebesar 763.000 ton, namun pada Januari 2022 menurun menjadi 591.000 ton.
(Dani Jumadil Akhir)