Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Dunia saat Ini Tidak Baik-Baik Saja, Ancaman Resesi Global 2023 hingga Ekonomi RI Jadi Titik Terang

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Jum'at, 14 Oktober 2022 |10:40 WIB
Dunia saat Ini Tidak Baik-Baik Saja, Ancaman Resesi Global 2023 hingga Ekonomi RI Jadi Titik Terang
Dunia saat Ini Tidak Baik-Baik Saja, Ancaman Resesi Global hingga Ekonomi RI Jadi Titik Terang
A
A
A

JAKARTA - Dunia saat ini tidak baik-baik saja. Pemulihan ekonomi global akibat pandemi Covid-19 yang diharapkan tidak berjalan maksimal. Dunia baru ingin bangkit dari pandemi, namun kembali dihadapkan dengan masalah perang Rusia-Ukraina yang tidak kunjung selesai.

Dampak perang Rusia-Ukraina sangat meluas, efeknya yaitu krisis pangan, energi hingga keuangan yang sudah melanda di berbagai negara.

BACA JUGA: 28 Negara Jadi Pasien IMF, Menko Airlangga: Hati-Hati Hadapi Badai Ekonomi 

Selain pandemi Covid-19, perang dan krisis pangan, kini dunia juga dihadapkan dengan ancaman lonjakan inflasi hingga perubahan iklim. Hal inilah yang disebut sebagai badai ekonomi atau istilah yang dipakai pejabat negara yaitu perfect strom.

Dengan adanya badai hebat ekonomi ini menimbulkan ancaman resesi global 2023. Banyak negara ekonominya akan runtuh, masyarakat dunia kelaparan hingga jeratan utang yang sangat besar.

Lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank pun sudah memperingatkan ancaman resesi global 2023.

"Ada risiko dan bahaya nyata dari resesi dunia tahun depan," kata Presiden Bank Dunia David Malpass.

Resesi 

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, ancaman resesi global karena guncangan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, invasi Rusia ke Ukraina dan bencana iklim di seluruh benua.

Aktivitas ekonomi melambat di ketiga ekonomi utama di antaraya Eropa yang telah terpukul keras oleh harga gas alam yang tinggi, China di mana volatilitas perumahan dan gangguan COVID-19 menyeret turun pertumbuhan, dan Amerika Serikat di mana kenaikan suku bunga 'mulai menggigit'.

Perlambatan pertumbuhan di negara-negara maju, kenaikan suku bunga, risiko iklim dan berlanjutnya harga pangan dan energi yang tinggi sangat memukul negara-negara berkembang.

Georgieva mengatakan negara-negara ekonomi maju perlu mengendalikan bahaya besar dan menakutkan dari krisis utang karena itu akan mempengaruhi semua negara, bukan hanya mereka yang memiliki beban utang tinggi.

IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,2% tahun ini dan 2,7% pada 2023. Proyeksi tersebut direvisi turun 0,2% poin untuk 2023 dari perkiraan Juli, menurut laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru.

Ekonomi global mengalami sejumlah tantangan yang bergejolak karena inflasi yang lebih tinggi daripada yang terlihat dalam beberapa dekade, pengetatan kondisi keuangan di sebagian besar wilayah, konflik Rusia-Ukraina, dan pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, semuanya sangat membebani prospek.

"Ini adalah profil pertumbuhan terlemah sejak 2001 kecuali untuk krisis keuangan global dan fase akut pandemi COVID-19 dan mencerminkan perlambatan signifikan bagi ekonomi terbesar," tulis laporan IMF.

 

Resesi adalah penurunan ekonomi yang signifikan di seluruh sektor ekonomi yang berlangsung lebih dari beberapa kuartal.

Resesi ditandai tidak hanya oleh penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) rill, tetapi penurunan pendapatan, penurunan penjualan dan produksi manufaktur serta kenaikan tingkat pengangguran.

Setidaknya ada 7 dampak resesi global yang akan dialami Indonesia, seperti melemahnya nilai tukar Rupiah, daya beli masyarakat yang turun, kenaikan harga barang, banyak bisnis yang gulung tikar, kinerja investasi turun, operasi bisnis terhambat hingga ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal karyawan.

Inflasi 

Namun, menurut Georgieva ekonomi Indonesia menjadi titik terang di tengah suramnya perekonomian dunia. Pernyataan itu disampaikan Georgieva seusai melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan tahunan IMF Annual Meetings 2022 di Washington DC, AS

"Indonesia remains a bright spot in a worsening global economy! (Indonesia tetap menjadi titik terang dalam ekonomi global yang memburuk)," ucap Georgieva.

 BACA JUGA:Erick Thohir Pede Ekonomi RI Tahan dari Ancaman Resesi Global

Sri Mulyani dan Georgieva mendiskusikan perkembangan terkini ekonomi global dan membagi kekhawatiran yang sama terkait kondisi banyak negara karena dunia saat ini memang sedang tidak baik-baik saja.

Sepertiga negara di dunia akan mengalami tekanan ekonomi dalam 4-6 bulan ke depan baik karena kesulitan akibat beban utang yang tinggi, ditambah lemahnya fundamental makroekonomi dan isu stabilitas politik.

"Ini terjadi tidak saja di negara berkembang, namun juga kondisi di banyak negara maju," kata Sri Mulyani.

Dalam data yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat ini sebanyak 28 negara antre untuk menjadi pasien IMF karena krisis keuangan. Untung saja, Indonesia tidak masuk ke dalam daftar 28 negara tersebut karena ekonomi Indonesia masih lebih baik.

Lembaga-lembaga internasional juga menyampaikan 66 negara berada pada posisi yang rentan untuk kolaps. Saat ini 345 juta orang di 82 negara menderita kekurangan akut dan kelaparan,

"Artinya, ada krisis pangan. Artinya, pandemi yang melanda semua negara itu mengakibatkan ekonomi global ini ambruk," kata Jokowi.

 

Berkaca atas laporan ini, Jokowi mengingatkan semua pihak untuk tetap optimis dalam mengendalikan inflasi di Indonesia. Namun, juga perlu berhati-hati dan waspada. "Ini yang sekali lagi kita tetap harus menjaga optimisme tapi yang lebih penting hati-hati dan waspada, eling lan waspodo," ujar Jokowi.

Jokowi pernah berujar pemulihan ekonomi Indonesia relatif masih kuat di tengah situasi dunia yang penuh dengan ketidakpastian. "Negara kita Indonesia kalau saya lihat pemulihan ekonominya relatif masih kuat," ujar Jokowi.

BACA JUGA:Bisa Guncang Ekonomi, Ini Jurus Menteri Jokowi Hadapi Perfect Storm 

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta kepada semua pihak untuk tidak jumawa meskipun keadaan ekonomi Indonesia membaik.

"Kita mungkin salah satu negara dengan kondisi yang terbaik pada saat ini, tapi sekali lagi, kita tidak boleh jumawa di sini karena dalam 6 bulan ke depan ini apa saja bisa terjadi," ujarnya.

Pemerintah pun melakukan stress test untuk mengidentifikasi risiko dan langkah yang perlu disiapkan untuk menghadapi ancaman resesi global pada 2023.

"Presiden sudah perintahkan kemarin untuk melakukan stress test. Dicek, kalau ada skenario begini, skenario begini, apa yang terjadi, bagaimana ekonomi kita masih bisa tidak," kata Luhut.

Luhut menyebut Indonesia bersiap menghadapi the perfect storm. Kondisi perfect storm terjadi karena adanya tiga permasalahan secara bersamaan, yaitu ancaman inflasi tinggi termasuk beberapa negara maju, resesi baik teknis maupun efektif, dan ketidakpastian akibat kondisi geopolitik. Kondisi perfect storm bisa terjadi pada negara manapun di dunia, sehingga Indonesia pun harus berhati-hati.

Terlebih dengan situasi perang Rusia-Ukraina yang tidak tampak akan berakhir dan justru semakin memanas dan dikhawatirkan akan semakin membuat krisis pangan dan energi berlangsung lebih lama.

"Kalau sampai ada limited dan nuclear war, itu sudah sangat berbahaya karena kalau orang sudah terdesak, bukan tidak mungkin dia melakukan apa saja," katanya.

Oleh karena itu, Luhut mengatakan pemerintah saat ini sedang menghitung dan menyiapkan skenario-skenario terburuk untuk menghadapi kondisi tersebut. Dia hanya meminta semua pihak kompak menghadapinya.

 

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement