JAKARTA – Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diharapkan lebih baik lagi di tahun baru 2023. Optimisme terhadap pasar modal Indonesia pun semakin meningkat.
Hal ini tidak terlepas dari pencapaian IHSG yang positif sepanjang 2022 meskipun adanya ancaman resesi global. Puncak kenaikan tertinggi pada 2022 yaitu pada tanggal 13 September, IHSG menyentuh level 7.318.02.
Ancaman resesi global terus menghantui perekonomian dunia. Ditambah lagi perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai tentunya sangat berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi, terutama pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai mata uang.
Isu ini sebenarnya bagus sebagai langkah antisipasi. Seperti yang dikatakan oleh Analis Yugen Sekuritas Wiliam Surya Wijaya, antisipasi justru dapat memperlihatkan lebih banyak peluang dalam berinvestasi.
”Jika ada hal yang sudah bisa dijadikan antisipasi maka disitulah kita bisa melihat peluang. Malah lebih bagus dibandingkan sesuatu yang penuh dengan ketidakpastian, hal tersebut yang menjadi salah satu langkah bijak dalam berinvestasi,” ujarnya ketika dihubungi Okezone, 30 Desember 2022.
Jika membahas prediksi IHSG dan rupiah di tahun 2023, William optimis perkembangannya akan bagus. Pendapat ini dia katakan berdasarkan data pergerakan IHSG pada dua tahun terakhir.
Diketahui IHSG pada 30 Desember 2021 berada di angka 6581.481. Sedangkan IHSG 30 Desember 2022 berada di angka 6850.619. Artinya pergerakan IHSG mengalami peningkatan sebesar 4.09 persen.
Sementara analis saham Reza Priyambada mengaku belum memiliki prediksi mengenai pergerakan IHSG di 2023. Berkaca pada kejadian di tahun lalu, menurutnya tidak ada yang bisa menakar akan terjadi kejadian apa pada tahun ini.
”Iya tahun depan kita lihat, karena sentimen yang ada itu juga belum bisa memberikan kepastian. Seperti tahun 2022, kan kita nggak ada yang tahu tiba-tiba Rusia melancarkan agresinya ke Ukraina, padahal di awal tahun banyak orang memperkirakan bahwa pandemi sudah mulai berakhir, maka kondisi makro ekonomi global akan mulai stabil, tapi ternyata ada kejadian gencatan politik yang mungkin belum diperkirakan sebelumnya,” ungkap Reza kepada tim Okezone, 28 Desember 2022.
Dengan begitu sektor yang menopang IHSG pun belum dapat diketahui pasti. Namun para pelaku pasar dapat mencermati sentimen apa yang akan terjadi pada 2023. Para investor dapat memanfaatkan momentum untuk dapat mencari peluang pada saham-saham tertentu.
Contohnya seperti pada 2019 dan 2020, banyak pelaku pasar yang mengatakan sektor yang berpeluang adalah sektor konstruksi, nyatanya sektor farmasi serta sektor teknologi dan telekomunikasi sangat mengalami peningkatan karena dunia sedang dilanda pandemi kala itu.
”Jadi apa yang diperkirakan banyak pelaku pasar pada saat itu di luar perkiraan semua. Tapi setelah pandemi selesai ya saham-saham tadi mulai ditinggalkan. Lalu datang sentimen perang Rusia-Ukraina yang memperlihatkan akan terjadi kelangkaan komoditas, mereka langsung menggali saham komoditas, seperti batubara, minyak, nikel, dan sebagainya,” kata Reza.
Penambahan jumlah investor juga sangat mungkin terjadi. Pasalnya mengingat tahun 2019 hingga 2021 lalu pertumbuhan indeks yang terus meningkat menimbulkan penambahan investor yang juga semakin banyak.
”Dalam kondisi pandemi itu kita melihat ada peningkatan, kalau tidak dalam kondisi pandemi ya seharusnya bisa jadi lebih tinggi lagi. Jadi potensi untuk peningkatan jumlah investor saya kira masih memungkinkan,” ucapnya.
Diketahui juga saham berbasis perbankan dinilai masih menarik di tahun 2023. Senior Partner PT Astha Advisory Indonesia Hans Kwee mengatakan, bank konvensional masih kuat menahan transisi kenaikan suku bunga dengan kinerja mereka, seperti saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
"BBCA salah satu yang dipilih karena biasanya di akhir tahun bisa menguat, kita memang menunggu break 8.700 untuk BBCA saat ini," kata Hans dalam segmen Market Buzz Power Breakfast IDX, 27 Desember 2022.
Adapun sebelumnya Hans sudah merekomendasikan saham BBCA untuk BUY di level 8.350 - 8.900. Jika melemah, buy on weakness cukup bagus untuk BBCA.
Meski Bank Indonesia (BI) kerek suku bunga lagi ke 5,5 persen, sementara bunga KPR BCA belum naik tahun ini.
"Memang kalau kita lihat BCA ini cost of fund nya lebih rendah dibanding bank lainnya, jadi sebagian besar orang lebih percaya ke BCA sehingga cost of fund nya relatif rendah," ujar Hans.
Hal serupa juga disampaikan oleh Analis Panin Sekuritas William Hartanto. Dia menyebutkan saham-saham yang dapat disimpan dalam jangka panjang adalah saham-saham milik bank konvensional, diantaranya yaitu BBCA, BMRI, BBRI, dan BBNI.
Oleh karena itu William juga menyinggung para investor yang bersikap panik dalam menghadapi resesi. Padahal menurutnya pergerakan ekonomi berjalan terus sehingga besar kemungkinan data dapat berubah.
“Responnya terlalu cepat, jadi ketika ekonomi sudah membaik dan kekhawatiran resesi mereda mereka akan kembali lagi,” terang William ketika dihubungi tim Okezone, 28 Desember 2022.
Dia menghimbau para investor untuk bersikap tenang. Karena sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai perkembangan IHSG di tengah ancaman resesi global. Justru sebenarnya momen ini dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk membeli saham atau instrumen investasi lain dengan harga yang lebih murah.
“Untuk IHSG-nya sejauh ini ngga ada yang perlu dikhawatirkan. Tinggal nanti perkembangan data ekonomi dan kekhawatiran resesinya aja yang jadi faktor tambahan,” ujarnya.
(Taufik Fajar)