Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kerusuhan Mematikan hingga WNI Tewas, Begini Kondisi Ekonomi Bangladesh yang Sempat Tumbuh 7%

Tim Okezone , Jurnalis-Selasa, 06 Agustus 2024 |13:51 WIB
Kerusuhan Mematikan hingga WNI Tewas, Begini Kondisi Ekonomi Bangladesh yang Sempat Tumbuh 7%
Begini Kondisi Ekonomi Bangladesh yang Sempat Tumbuh 7% (Foto: AP/VOA Indonesia)
A
A
A

JAKARTA - Kerusuhan meluas di Bangladesh imbas demonstrasi mendesak mundur Perdana Menteri Sheikh Hasina makin meluas dan sudah menewaskan puluhan orang.

Terbaru, kerusuhan di Bangladesh telah membuat satu Warga Negara Indonesia (WNI) tewas. Hal ini dikonfirmasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Dhaka di Bangladesh.

KBRI Dhaka menerima informasi mengenai WNI inisial DU meninggal dunia di Jashore, Bangladesh pada 5 Agustus 2024. DU meninggal dunia akibat menghirup terlalu banyak asap karena hotel tempat DU menginap terbakar di tengah-tengah kerusuhan.

"DU baru saja tiba di Bangladesh tanggal 1 Agustus 2024 untuk kunjungan bisnis," kata Direktur Pelindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha dalam keterangannya, Selasa (6/8/2024).

Kemlu, kata Judha telah menghubungi keluarga almarhum di Indonesia untuk menyampaikan ucapan belasungkawa serta akan memfasilitasi repatrasi jenazah, bekerja sama dengan perusahaan tempat almarhum bekerja.

Terkait situasi keamanan di Bangladesh, Kemlu dan KBRI Dhaka kembali sampaikan imbauan agar para WNI meningkatkan kewaspadaan. Serta menghindari kerumunan massa dan lokasi demonstrasi dan mengikuti langkah-langkah kontingensi yang diarahkan KBRI Dhaka.

"Bagi WNI yang memiliki rencana perjalanan ke Bangladesh, diimbau untuk menunda perjalanan ke Bangladesh, sampai situasi dan kondisi keamanan membaik," katanya.

Gejolak yang terjadi Bangladesh sudah sejak Juli lalu. Ratusan pengunjuk rasa yang menuntut reformasi peraturan perekrutan pegawai negeri sipil hingga mendesak mundur Perdana Menteri Sheikh Hasina.

Lalu bagaimana kondisi ekonomi Bangladesh?

Pernah dipuji atas pencapaiannya dalam pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial, Bangladesh kini bergulat dengan jalur yang rapuh di saat perekonomiannya yang goyah mengancam keberhasilan dalam upaya pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan dengan susah payah.

Data terbaru dari badan statistik nasional mengungkapkan kenyataan pahit, yaitu kondisi ekonomi negara tersebut telah jatuh cukup jauh di bawah harapan.

Menurut Biro Statistik Bangladesh, produk domestik bruto (PDB) negara tersebut tumbuh sebesar 3,78% di kuartal kedua tahun fiskal saat ini, sebuah penurunan yang mencolok dari pertumbuhan 7% yang tercatat di periode yang sama di tahun sebelumnya.

Dengan bayangan inflasi di kisaran 10%, lanskap ekonomi Bangladesh kini tampak suram.

Produksi industri tumbuh sebesar 3,24%, yang tidak sebanding dengan pertumbuhan 10% pada periode yang sama tahun lalu.

Demikian pula, sektor jasa tumbuh 3,06% pada kuartal kedua tahun fiskal 2024, kurang dari setengah tingkat pertumbuhannya yang tercatat satu tahun yang lalu. Kedua sektor tersebut menyumbang lebih 80% dari perekonomian Bangladesh.

Kinerja yang lesu itu telah menyebabkan Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Bangladesh tahun ini menjadi 5,7%, lebih rendah dari pertumbuhan 6% yang telah diprediksi sebelumnya untuk Bangladesh.

Para ekonom seperti Debapriya Bhattacharya dari Center for Policy Dialogue di Dhaka, khawatir pertumbuhan yang rendah akan berarti lebih sedikit kesempatan kerja dan pendapatan yang lebih rendah, yang akan sangat mempengaruhi masyarakat yang paling tidak mampu.

Namun Menteri Keuangan Bangladesh Hasan Mahmood Ali telah menepis kekhawatiran atas revisi IMF tersebut, dengan mengatakan reformasi yang dilakukan oleh pemerintah "mulai membuahkan hasil."

Bangladesh telah membuat kemajuan yang signifikan selama satu dekade terakhir, menurunkan tingkat kemiskinan dari 41,5% di tahun 2006 menjadi 18,7% di tahun 2022.

Cadangan mata uang asing telah berada di bawah tekanan sejak ekonomi dibuka kembali setelah pandemi Covid-19. Menurut angka bank sentral, cadangan devisa turun dari level tertinggi USD48 miliar pada Agustus 2021 menjadi di bawah USD20 miliar pada April 2024.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement