JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menaikkan harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax Turbo per 2 Agustus 2024. Namun, hanya harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax yang tidak naik dan masih dijual Rp12.950 per liter.
Pengelolaan BBM nonsubsidi seperti Pertamax memang menjadi kewenangan Pertamina. Dalam hal ini, karena Pertamax mengacu kepada pasar. Dalam kondisi demikian, jika Pertamina terus menahan harga Pertamax, tentu akan berdampak langsung kepada Pertamina.
"Makanya harus dinaikkan sesuai market mechanism," kata pakar ekonomi bisnis Hamid Paddu di Jakarta, Kamis (8/8/2024).
Dibandingkan harga BBM RON 92 SPBU lain, Pertamax di DKI Jakarta yang saat ini djiual Rp12.950 per liter memang jauh lebih rendah. Revvo 92 dari Vivo misalnya, sudah dibanderol Rp14.320 per liter dan Super dari Shell Rp14.520 per liter. Bahkan dibandingkan BP 92 (BP AKR) yang dijual Rp13.850 per liter, Pertamax juga jauh lebih murah.
Di sisi lain Hamid yakin, kalau pun Pertamina menaikkan Pertamax, tentu harga yang dibanderol masih kompetitif sesuai dengan hasil penghitungan cost-nya. ”Pertamina tidak mungkin menaikkan harga semaunya,” jelasnya.
Sementara itu, guna mencegah migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite, Hamid berharap agar Pertamina terus meningkatkan sistem targeting. ”Sekarang kalau mau isi Pertalite kan dipantau dengan alat digital. Dari situ akan ketahuan setiap penggunaan Pertalite pada setiap mobil itu. Tetapi, sistem tersebut harus terus di-improve, diperbaiki terus karena berkaitan dengan informasi data yang dinamis,” katanya.
Dia mengungkapkan alasan Pertamina juga perlu menaikkan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax. Selain sejak Maret 2024 BBM nonsubsidi RON 92 tersebut belum disesuaikan, pada awal Agustus lalu, SPBU swasta juga kembali menaikkan harga BBM sejenis.
”Mandat pertama yaitu korporasi. Dalam hal ini, Pertamina harus menyelamatkan juga korporasinya untuk negara. Kalau tidak dinaikkan, bisa berdampak serius pada keuangan BUMN tersebut,” katanya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)