JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencatat portofolio sustainable financing terbesar di Indonesia. Dari ribuan triliun pembiayaan dan investasi yang dikucurkan BRI, sebanyak 65,2% masuk dalam portofolio sustainable financing.
Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto merinci, perseroan membukukan portofolio sustainable financing sebesar Rp793,6 triliun hingga kuartal II-2024.
“Dari Rp1.000-an triliun sebesar 65,2% itu masuk dalam portofolio sustainable financing,” paparnya dalam Media Briefing Memaksimalisasi Peran Lembaga Jasa Keuangan di Era ESG di Sarinah, Kamis (12/9/2024).
Jika dirinci, dalam menyalurkan kredit berkelanjutan, BRI tetap berfokus pada penyaluran kredit kepada Kredit KKUB (Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan) yang mencapai Rp699,8 triliun, kemudian kredit KUBL (Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan) sebesar Rp89,8 triliun dan Rp4 triliun disalurkan untuk ESG based corporate bond investment.
Karena komitmennya terhadap sustainable banking, BRI menjadi salah satu First Movers on Sustainable Banking di Indonesia pada 2017. Selanjutnya, pada 2018, BRI menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan untuk periode 2019 – 2023.
Sebagai bentuk penerapan sustainability governance, BRI telah membentuk Komite ESG pada tahun 2021, yang merupakan forum bagi jajaran direksi dalam memonitor dan mengevaluasi implementasi ESG di BRI. Tak hanya itu, BRI juga telah resmi bergabung sebagai anggota di United Nations Global Compact (UNGC) pada 12 Maret 2023. UNGC merupakan lembaga yang mendorong kebijakan dan implementasi keberlanjutan perusahaan, khususnya pada ranah sustainable development goals (SDGs).
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Ekonomi Ryan Kiryanto menilai prospek pembiayaan berkelanjutan di Indonesia masih besar. Dia mengibaratkan, pembiayaan berkelanjutan saat ini seperti raksasa yang tertidur.
“Kalau bicara project financing yang memenuhi kriteria green belum banyak. Ini seperti raksasa yang sedang tidur. Lambat laun setelah tau benefit dari ESG akan banyak yang masuk ke green financing,” ucapnya.
Dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, penerapan ESG pada perusahaan di Indonesia masih minim. Untuk itu, perlu kerjasama seluruh stakeholder agar perusahaan semakin sadar pentingnya menerapkan ESD dalam menjalankan bisnis.
“Di level ASEAN, Singapura adalah leader karena Singapura sudah masuk kategori advance economy. Masuk negara maju,” paparnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)