Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Buruh Siap Turun ke Jalan Tolak PP Kesehatan

Muhammad Akbar Malik , Jurnalis-Kamis, 12 September 2024 |15:55 WIB
Buruh Siap Turun ke Jalan Tolak PP Kesehatan
Buruh Siap Turun ke Jalan Tolak PP Kesehatan. (Foto: Okezone.com)
A
A
A

JAKARTA - Serikat Pekerja siap turun menyampaikan aksi penolakan terhadap aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Pekerja menilai aturan tersebut minim keterlibatan banyak pihak sehingga dinilai gagal mengakomodir aspirasi banyak pihak.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan, ketidakpuasan akibat sangat minimnya keterlibatan pemangku kepentingan dalam pembuatan regulasi tersebut. Menurutnya perlu diselenggarakan forum diskusi dengan pihak industri dan mempertimbangkan opsi litigasi, jika dialog tidak berhasil.

“Kami ingin mengambil jalan diplomasi dahulu, tetapi jika gagal, kami siap untuk bertindak lebih tegas,” ujarnya.

Sudarto menyampaikan bahwa para pekerja tidak segan untuk turun ke jalan.

“Kami sebenarnya menghindari gerakan di jalan karena kami lebih suka berdialog. Tapi kalau dialog gagal, apa boleh buat," katanya.

Langkah untuk turun ke jalan menyuarakan aspirasi pun menjadi pertimbangan mengingat pihaknya telah berkirim surat kepada pemangku kebijakan seperti presiden, DPR, dan sebagainya untuk menyampaikan aspirasi penolakan atas poin-poin kebijakan dalam PP Kesehatan maupun RPMK yang memberatkan pelaku industri tembakau.

Sudarto menekankan bahwa Kemenkes tidak melibatkan serikat pekerja dalam pembuatan peraturan tersebut. Bahkan, pihaknya pernah memaksa hadir dalam agenda public hearing yang digelar oleh Kemenkes beberapa hari lalu. Hal ini disebut menjadi bentuk upaya serikat pekerja untuk memperjuangkan keterlibatannya. Dalam kegiatan tersebut, Sudarto mendapati peraturan yang dibuat bahkan lebih ketat dan tidak menginduk pada peraturan sebelumnya.

Dia menyoroti, peraturan mengenai kemasan polos tanpa merek yang diatur dalam Rancangan Permenkes. Sudarto menilai bahwa kebijakan ini akan berdampak besar pada industri rokok dan pekerja yang bergantung pada sektor ini.

"Kami merasa hak kami tidak terlindungi dengan baik dan terus-menerus mengajukan protes," tegas Sudarto.

“Dalam hal ini RTMM, langkah-langkah berikutnya adalah kami akan tegas, tapi kami perlu harmonisasi dengan mitra industri. Kami juga punya LBH sendiri. Kalau memang sukanya harus ada gerak di jalan, ya sudah,” sebut dia.

RPMK tersebut menciptakan masalah baru. Sebelumnya, PP 28/2024 juga belum rampung menuai polemik. Dalam PP, Sudarto menyayangkan aturan pelarangan zonasi penjualan produk meter dengan jarak 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain. Ketentuan ini akan merugikan penjualan produk rokok dan menghambat pertumbuhan industri. Sudarto memandang, aturan tersebut akan menekan kelangsungan dan pertumbuhan industri hasil tembakau ke depannya.

Menurut Sudarto, beragam isu yang kemudian dihadirkan dalam serial aturan tersebut seolah menunjukan bahwa pemerintah lalai dalam memandang dampak ekonomi, baik terhadap pekerja maupun industri. Imbasnya, akan banyak buruh yang dikorbankan apabila kebijakan ini diimplementasikan nantinya.

Padahal, lanjut Sudarto, rokok banyak berperan dalam mendukung perekonomian Indonesia. Di sisi lain, kebijakan internasional dan tekanan dari luar negeri dianggap hanya memperburuk kondisi industri hasil tembakau.

“Kita seringkali tertekan oleh kebijakan internasional yang tidak mempertimbangkan kepentingan lokal. Pemerintah Indonesia terpaksa mengikuti kebijakan luar yang dapat merugikan industri dan tenaga kerja kita,” tambahnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR, Rahmat Handoyo, mewanti-wanti agar kebijakan soal produk tembakau nantinya tidak mengabaikan kontribusi fiskal dan dampak ekonomi dari industri tembakau. Seperti diketahui, ada Rp300 triliun dari cukai rokok yang digunakan untuk berbagai keperluan negara setiap tahunnya.

Di samping itu, industri hasil tembakau telah mempekerjakan banyak orang di berbagai sektor, termasuk petani dan pekerja industri. Oleh karena itu, kebijakan mengenai tembakau harus memperhatikan kesejahteraan mereka. "Ketika membuat aturan, semua pihak harus dilibatkan. Jika hanya yang pro atau kontra yang diundang, itu tidak adil," tambahnya.

Banyak negara telah menerapkan kebijakan kemasan polos pada rokok untuk mengurangi konsumsi. Namun, hasilnya kerap tidak sejalan dengan yang diinginkan. Contohnya, di Australia, kebijakan ini justru memicu meningkatnya penyebaran rokok ilegal. Bukan hanya itu. Konsumen berpindah ke rokok murah bahkan ilegal, sehingga merugikan industri resmi yang telah mematuhi regulasi.

Di Singapura sendiri, yang tidak memiliki sektor pertanian tembakau, kebijakan ini tidak memiliki dampak yang sama seperti di negara penghasil tembakau.

"Singapura tidak memiliki petani, jadi mereka tidak terdampak oleh kebijakan penekanan. Namun, kita harus mempertimbangkan semua faktor sebelum menerapkan kebijakan serupa di sini," jelasnya.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement