JAKARTA - Kerugian ekonomi akibat pagar laut. Menurut Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kerugian ini telah mencapai Rp116,91 miliar per tahun.
Pagar laut yang membentang sepanjang 30 km di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi, yang semula diklaim sebagai upaya mitigasi abrasi dan tsunami, justru menimbulkan kerugian besar.
Menurut beberapa sumber, sekitar 3.888 nelayan di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi terdampak langsung akibat pagar laut ilegal ini. Akses ke wilayah tangkapan ikan menjadi terhalang, sehingga waktu melaut menjadi lebih lama.
Selain itu Achmad menilai, jarak yang harus ditempuh nelayan semakin jauh sehingga berdampak pada penurunan pendapatan harian hingga Rp100.000 per orang. Dengan asumsi nelayan bekerja selama 20 hari dalam sebulan, kerugian total diperkirakan mencapai Rp93,31 miliar per tahun.
Peningkatan biaya operasional juga menjadi tantangan besar. Jarak melaut yang ditempuh akan lebih jauh dan menyebabkan konsumsi bahan bakar meningkat hingga dua kali lipat.
Biaya tambahan ini diperkirakan mencapai Rp1,55 miliar setiap bulan atau setara Rp18,60 miliar per tahun. Situasi ini memperparah beban ekonomi para nelayan yang sebagian besar bergantung pada hasil tangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pagar laut tersebut tak hanya membawa dampak buruk bagi nelayan, tetapi juga bagi lingkungan laut. Struktur bambu dan pemberat pasir yang digunakan merusak habitat biota, yang penting untuk keseimbangan ekosistem pesisir.
"Hal ini semakin memperburuk kondisi ekosistem yang sudah rentan akibat aktivitas manusia lainnya. Alih-alih mencegah abrasi, pagar ini justru menciptakan tekanan baru pada lingkungan," jelas Achmad.
Tujuan awal mitigasi abrasi dan tsunami yang diharapkan dari pagar laut tidak terealisasi. Sebaliknya, kerusakan lingkungan terus bertambah, menimbulkan kerugian jangka panjang bagi ekosistem pesisir.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)