JAKARTA - Menguatnya Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) memang membawa dampak negatif pada sebagian Industri, namun menjadi berkah industri manufaktur seperti automotif dan elektronik.
Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Menko Perekonomian Edy Putra Irawady mengungkapkan, ada empat kuadran dalam industri dan dampak apresiasi rupiah akan berbeda antar kuadran.
Kuadran pertama, Edy menuturkan industri yang menggunakan rupiah sebagai alat pembayaran dan mendapatkan rupiah sebagai yang dibayarkan, karenannya apresiasi tidak akan memberikan dampak sekali.
Selanjutnya, Edy mengatakan terdapat industri yang menggunakan rupiah sebagai input dan dolar sebagai outputnya. Kuadran kedua, sambungnya, merupakan industri yang rentan akibat penguatan rupiah ini.
"Dia makannya rupiah dapatnya dolar AS. Semakin kuat rupiah itu kan semakin sulit diluar, seperti industri hilir kita masih lemah itu, kakao dan macam-macam lah," ujar Edy Putra di kantornya, Lapangan Banteng, Jakarta, akhir pekan kemarin.
Sedangkan untuk kuadran ketiga merupakan industri yang menggunakan dolar AS dan mendapatkan dolar AS juga sebagai outputnya, adapun industri yang termasuk dalam kuadran ketiga ini adalah industri trasitment.
"Kaya di Batam itu kan banyak perusahaan-perusahaan Jepang yang produksi di sana, bahan baku dia dolar dia dapatnya dolar lagi. Margin profitnya enggak berubah," tutur dia.
Terakhir, industri yang justru untung dengan adanya penguatan rupiah terhadap dolar AS adalah industri keempat. Adapun kuadran keempat, lanjutnya, menggunakan dolar AS sebagai input dan rupiah sebagai outputnya.
"Kalau dia yang di kuadran empat malah untung. (Seperti) manufaktur kaya automotif dan elektronik," urainya.
Berdasarkan data di statistik, Edy mengungkapkan, belum ada perlemahan yang berarti dalam kuadran kedua. Sama halnya dengan kuadran keempat yang belum terlalu terpengaruh. "Kalau kita lihat hasilnya sekarang ini 50-50 lah," tandasnya.
(Andina Meryani)