JAKARTA - Berinvestasi melalui pasar sukuk ritel ternyata juga memiliki risiko, meskipun pembayaran pokok dan imbalannya dijamin oleh Undang-undang (UU). Kepala sesi pelayanan publik dan hubungan investor Kementerian Keuangan Erry Hariyanto mengungkapkan setidaknya ada tiga risiko yang mungkin terjadi.
"Yang pertama adalah risiko gagal bayar atau default risk. Mitigasi risikonya sukuk negara ritel dijamin pokok dan imbalannya oleh UU," katanya saat berdiskusi dengan wartawan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (12/3/2012).
Risiko kedua adalah risiko pasar atau market risk. Yaitu apabila harga sukuk negara ritel di pasar sekunder turun sebaiknya tidak dijual.
"Pemerintah menyarankan agar tidak panik kalau ada turun harga, investor akan tetap dapat imbalan setiap bulan. Pokok yang dibayarkan tetap 100 persen. Harga turun sebaiknya investor hold to majority," terangnya.
Terakhir, risiko yang mungkin saja terjadi adalah risiko likuiditas. Sukuk negara ritel ini dapat dijual di pasar sekunder, dijaminkan atau digadaikan kepada pihak lain. Dikatakannya risiko ini masih terjadi. Investor cenderung menganggap jika berinvestasi melalui sukuk negara ritel sangat menguntungkan, sehingga mereka menyimpan hingga jatuh tempo.
"Sehingga ketika mau beli di pasar sekunder susah, ini mungkin kondisinya bisa saja berbalik. Seperti SBI jika naik imbalannya masih tetap, ketika akan dibayar di pasar sekunder harganya turun," tutupnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah dalam waktu dekat akan menerbitkan sukuk ritel seri SR004. Harga nominal per unit adalah Rp1 juta, minimal pembelian Rp5 juta sedangkan maksimal pembeian Rp5 miliar.
Sukuk negara ritel ini memiliki tenor 3,5 tahun dengan sifat tradable atau bisa diperdagangan. SR-004 ini memiliki tingkat kupon 6,25 persen per tahun, tanggal penerbitannya pada 21 Maret mendatang.
(Widi Agustian)