JAKARTA - Ekspor gas saat ini dinilai menghambat perkembangan industri dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah diminta mengutamakan pasokan dalam negeri yang menjadi pendorong utama daya saing industri.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, mengatakan ekspor gas harus dihentikan karena merugikan industri di dalam negeri. Menurut Panggah harus dilakukan penetapan kebijakan bersama, antara Menteri Perindustrian dan Menteri ESDM guna menetapkan mekanisme harga juga membahas soal pasokan gas saat ini.
"Apakah pasokannya aman untuk 400 perusahaan pemakai gas baik itu sebagai energi maupun bahan baku?" tanya Panggah kala ditemui di Hotel Kempinski, Jakarta, Jumat (29/6/2012).
Menurut Panggah, kebijakan menaikan harga gas sebesar 50 persen, adalah harga yang bisa dibilang kecelakaan. Karena, dengan menaikan harga gas hingga 50 persen akan berdampak pada kenaikan cost produksi perusahaan. "Harusnya ke depan tidak boleh diterapkan lagi, dan harusnya kebijakan itu diterapkan sementara saja," jelas Panggah.
Selain itu, dia juga menyoroti mengenai ketersedian gas untuk kalangan industri. Menurutnya, dengan kenaikan tersebut harusnya ada perbaikan dalam distriibusi gas. "Harus ada suatu kepastian mengenai suply gas dengan harga yang sustaineble," tambah dia.
Panggah menambahkan, Kemenperin akan memfasilitasi negosiasi harga baru gas antara pelaku usaha dengan pihak PGN. "Pelaku usaha tidak siap dengan kenaikan harga gas yang terlalu tinggi dan meminta Kemenperin untuk membuka negosiasi harga baru dari yang ditetapkan," tutup Panggah.
Seperti diketahui, saat ini Pemerintah tengah mengkaji ulang harga gas bagi industri hulu. Pengkajian tersebut dilakukan lantaran adanya kenaikan harga gas di industri hilir.
(Martin Bagya Kertiyasa)