JAKARTA - Krisis global yang dialami Eropa dan Amerika Serikat (AS) berdampak pada kerjasama ekonomi bilateral Indonesia dengan Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Tercatat ekspor Indonesia ke Jepang masih defisit sebesar USD825 Juta, dan ekspor Jepang ke Indonesia mencapai USD2.207 juta. Sedangkan impor Jepang dari Indonesia mencapai USD1.381 Juta.
"Kadin setuju langkah yang akan dilakukan pemerintah untuk mengkaji ulang plus minus perjanjian bilateral antara Indonesia dan Jepang, minimal ada keseimbangan perdagangan antara Indonesia dengan Jepang," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur, melalui laporan tertulisnya kepada Okezone, Rabu (4/7/2012).
Menurut Natsir, secara bilateral Jepang diuntungkan karena bisa mendapat kemudahan bea masuk sampai nol persen. Namun implementasi dalam negeri perlu juga menjadi perhatian pemerintah seperti bidang automotif yang perlu kesetaraan antara importir produsen dan importir umum.
"Automotif yang diimpor dari Jepang oleh importir produsen di Indonesia mendapat fasilitas pajak bea masuk sampai nol persen. Sementara automotif yang sama diimpor oleh importir umum dikenakan bea masuk sampai 40 persen," jelas Natsir.
Di lain pihak, Natsir menuturkan, dengan perjanjian bilateral perdagangan ini seharusnya tidak ada perbedaan, dan pelaku usaha dapat memanfaatkan IJEPA bersama-sama tanpa ada perbedaan. Kadin dalam hal ini menyayangkan, pemerintah (Kemenprin, Kemendag, Kemenkeu) membuat aturan dalam negeri yang hanya menguntungkan pihak tertentu, sehingga kesetaraan untuk memanfaatkan IJEPA ini seakan tidak ada.
"Kami berharap perlu ada kesetaraan, dan mengkaji ulang plus minusnya," tutup Natsir.