JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meminta agar pihak aparat menyelesaikan permasalahan penahanan bahan baku besi tua (scrap).
Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengatakan, langkah itu dilakukan agar tidak menghambat produksi industri baja nasional. Dia mengklaim, selama ini pihaknya telah melakukan pemeriksaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai dengan ketentuan standar operasional. Sedangkan untuk wewenang di pelabuhan, kata dia, ada di pihak Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga akan memperketat standar pengecekan limbah untuk mencegah masuknya limbah B3 dalam bahan baku scrap.
"Jangan sampai mekanisme yang dijalankan itu terlalu lama dan menghambat industri dalam negeri," katanya di Jakarta, Kamis (26/7/2012).
Dia menegaskan, apabila ada pihak yang melanggar ketentuan, maka harus ditindak secara hukum. "Satu orang tersangka telah ditetapkan, saat ini sedang diproses," tuturnya.
Sebelumnya, industri baja khawatir produksi baja nasional tahun ini tak mencapai 6,5 juta ton akibat kurangnya pasokan bahan baku. Direktur Eksekutif The Indonesian Iron and Steel Industry Associations (IISIA) Edward Pinem mengatakan, produksi pada tahun ini terhambat oleh kurangnya pasokan bahan baku.
Diketahui, sekira 7.000 kontainer berisi bahan baku besi tua (scrap) masih tertahan di sejumlah pelabuhan, yakni Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, dan Pelabuhan Belawan Medan karena diduga mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
"Satu kontainer isinya 20 ton scrap. Kemarin kita ketemu dengan pemerintah, mungkin nanti berikutnya proses importasi itu sudah mempunyai kepastian hukum yang lebih mudah, karena sungguh berat bebannya menanggung di pelabuhan karena barangnya tertahan," kata Edward.
Edward memperkirakan, produksi baja di semester II/2012 juga akan mengalami penurunan hingga 30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. (gna)
(Rani Hardjanti)