JAKARTA - Tumpang tindih aturan tambang telah menghambat perusahaan tambang untuk mendapat Clean and Clear (CNC) dari pemerintah. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Thamrin Sihite, mengatakan tumpang tindih merupakan permasalahan pertambangan yang harus diselesaikan. Tumpoang tindih ini, dapat menghambat produksi.
Menurut Thamrin, ada beberapa model tumpang tindihnya pertambangan. "(Aturannya) Tumpang tindih sama komoditas, bagaimana bisa CNC. Selama Pemerintah Daerah (Pemda) tidak bisa menyelesaikan, maka tidak akan selesai," kata Thamrin di kantornya, Jakarta (29/8/2012).
Thamrin menambahkan, selain masalah tumpang tindih, untuk mendapat CNC komoditas barang tambang yang berada di satu wilayah harus dimiliki oleh perusahaan yang berbeda. Oleh karena itu jika ingin mendapatkan CNC, maka harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
Selanjutnya adalah tumpang tindih kewenangan. Thamrin menjelaskan, tupang tindih kewenangan merupakan tidak adanya kesepakatan antara kedua pemda yang terlibat dalam satu lokasi tambang yang terletak di perbatasan. "Bupati versus bupati, jadi salah kamar, ya brantem terus jadinya. Itu terjadi karena batasan wilayahnya tidak jelas," jelas dia.
Dia mencontohkan, Halmahera Tengah memberi izin di Halmahera Timur. Karena, menurut undang-undang, sebelum memberikan izin harus ada rekomendasi dari bupati yang bersangkutan. "Untuk mendapat CNC harus ada batas wilayah yang jelas Jadi kami hanya mengawasi," katanya.
Thamrin menambahkan, syarat CNC secara umum ada tiga, yaitu Secara administrastif tidak tumpang tindih, prosedurnya benar seperti operasinya, dan perizinan sesuai perturan.
Aturan lain yang juga tumpang tindih adalah masalah laporan eksplorasi. Laporan studi kelayakan dan persetujuan dokumen lingkungan. Kemudian syarat yang ke tiga adalah kewajiban keuangan, pembayaran iuran tetap dan royalti.
(Martin Bagya Kertiyasa)