JAKARTA - Perlambatan ekonomi global yang disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dan ekonomi China (Tiongkok) telah berdampak pada penurunan kinerja perusahaan-perusahaan di berbagai negara. Bahkan, banyak perusahaan migas, elektronik, hingga manufaktur yang melakukan efisiensi perusahaan dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)
Namun, PHK ternyata tidak hanya dilakukan oleh perusahaan migas dan elektronik. Menurut Ketua Umum International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) Luthfi Mardiansyah, industri farmasi di Indonesia juga melakukan layout atau pemutusan hubungan kerja dalam beberapa tahun terakhir.
"Sebagai bentuk efisiensi layout juga dilakukan oleh industri farmasi. Ini merata dalam beberapa tahun terakhir. Tapi jumlahnya tidak besar, tidak sampai ratusan," ujar Luthfi saat ditemui di Hotel Intercontinental, Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Menurut Luthfi, PHK sementara ini tidak disebabkan oleh penurunan kinerja perusahaan. Kebijakan ini dilakukan hanya untuk mendorong kinerja perusahaan agar dapat terus tumbuh tanpa terbebani oleh besarnya jumlah tenaga kerja.
"Perusahaan masih tumbuh. Walaupun tidak sebesar yang kira harapkan. Kita bisa melihat bagaimana perusahaan farmasi dapat memanfaatkan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan BPJS," jelasnya.
Luthfi menambahkan, kebijakan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang meminta industri farmasi menurunkan harga obat telah membebani kinerja perusahaan farmasi di Indonesia. Untuk itu, Kemenkes diharapkan dapat transparan kepada pengusaha agar tidak merugikan industri farmasi dalam negeri.
"Karena Kemenkes juga minta turunkan harga obat. Ini cukup membebani," pungkasnya.(rai)
(Rani Hardjanti)