UU Lingkungan Hidup Beratkan Industri Migas

Andina Meryani, Jurnalis
Kamis 17 Juni 2010 16:26 WIB
ilsutrasi Foto: Corbis
Share :

JAKARTA - Penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang ditetapkan sejak awal April 2010 sangat memberatkan pelaku industri di sektor Migas.

Ini karena penerapan Undang-Undang tersebut menimbulkan implikasi terhadap penurunan kegiatan usaha produksi minyak dan gas bumi nasional.

Diperkirakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang belum dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan dalam UU tersebut berencana menurunkan produksi hingga 387.188 barel per hari.

“Dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, maka KKKS yang belum dapat memenuhi baku mutu berencana menurunkan produksi sebesar 387.188 BOPD,” kata Divisi Penunjang Operasi BPMigas, Sinang Bulawan dalam keterangan pers yang diperoleh okezone di Jakarta, Kamis (17/6/2010).

Selain menurunkan produksi, pemberlakuan UU tersebut juga berpotensi meningkatkan pembiayaan yang cukup besar yang nantinya akan di cost-recovery oleh negara.

Menurut Sinang, kondisi target produksi dan realisasi penerimaan di 2009, penerimaan mencapai USD 18,8 miliar dengan realisasi USD 19,5 miliar. Target produksi minyak pada 2009 adalah 960 ribu barel dengan realisasi produksi hanya 948,48 ribu barel. Sementara target produksi minyak pada 2010 diperkirakan 965 ribu barel per hari.

Melihat kondisi tersebut, Direktur Eksekutif CIDES, Rohmad Hadiwijoyo menjelaskan dengan  teknologi industri yang memanfaatkan CO2 murni sebagai injeksi sumur-sumur minyak tua untuk Enhance Oil Recovery (EOR) dan injeksi CO2 murni kedalam pipa bor, dapat menurunkan batas ambang limbah baku karena CO2 murni sangat dingin minus 260 derat Celcius dan meningkatkan produksi minyak, sehingga target produksi energi migas nasional dapat terpenuhi sekaligus dapat mengurangi dampak global warming dengan pemanfaatan CO2 murni.

“Selain itu, masa transisi diperlukan untuk perbaikan penaatan peraturan yang membutuhkan waktu cukup lama sekira dua tahun dan melakukan inovasi teknologi untuk menyesuaikan UU tersebut dalam memenuhi ketentuan menurunkan batas ambang baku mutu limbah produksi," kata Rohmad Hadiwijoyo.

Sementara itu, Pengamat Lingkungan Universitas Diponegoro, Prof Dr Sudharto P Hadi menyampaikan perbandingan perubahan definisi pencemaran dan sanksi yang diterapkan dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Nomor 23 Tahun 2007) dengan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Nomor 32 Tahun 2009) mengenai ketentuan aturan baku mutu lingkungan hidup, yang dalam UU sebelumnya (UU Nomor 23 Tahun 2007) hanya menyebutkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Dalam ketentuan dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota akan menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.

Hal ini, juga mengarah pada sanksi pidana jika melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi atau baku mutu gangguan terhadap lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.

Sebagai tindak lanjut, belum lama ini BPMIGAS, KKS, KLH dan Ditjen MIGAS telah melaksanakan Rapat Kerja Penaatan Peraturan Lingkungan yang bertujuan membantu KKKS dalam aspek teknis dan pembiayaan dalam proses penyusunan usulan program Mekanisme Penaatan dan Pembinaan PROPER (MPPP).(adn)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya