JAKARTA - Saat ini, nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) berada di ujung level Rp10.000 per dolar AS. Namun, untuk memenuhi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) serta minyak mentah di luar negeri, PT Pertamina (Persero) selalu menggunakan mata uang dolar untuk transaksi.
Meski demikian, Vice President Coorporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, Pertamina menggunakan stok dolar AS yang ada di Bank Indonesia (BI) dan beberapa bank lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan demikian, Pertamina tidak akan kekurangan stok valas tersebut.
"Sudah sejak lama, lebih dari dua tahun pertamina selalu koordinasi dengan BI di dalam melaksanakan kebutuhan dolar AS untuk impor," ungkap Ali kepada Okezone di Jakarta, Kamis (11/7/2013).
"Jadi pertamina tidak pernah mencari dolar AS di pasar sendiri. Pertamina selalu koordinasi rutin dengan BI," tambahnya.
Selain berkoordinasi dengan BI, Ali menjelaskan Pertamina juga dibantu oleh tiga bank BUMN. Menurutnya, masalah ini merupakan nasional, sehingga bank nasional harus dilibatkan.
"Itu yang selalu dilakukan Pertamina, tentunya BI dengan bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI. Jadi enggak ada kata Pertamina cari dolar AS di pasar, selalu koordinasi dengan BI dan tiga bank tersebut," kata Ali.
Menurut Ali, koordinasi ini jelas dilakukan untuk penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan minyak mentah untuk kebutuhan masyarakat. Menurutnya, jika tidak dilakukan impor, maka kebutuhan masyarakat akan BBM tidak akan terpenuhi.
"Impor itu suatu keharusan, kan produksi kita tidak mencukupi. Tapi, untuk meminimalisir risiko terhadap pengaruh gejolak, Pertamina kan koordinasi dengan BI. Pertamina tidak berjalan sendiri," tukas dia.
(Widi Agustian)