JAKARTA - Pemerintah terus mendorong konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG). Oleh karena itu, infrastruktur untuk mendukung konversi tersebut, seperti stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya Yuktyanta mengatakan bila konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) dilaksanakan, dia berharap ada kerjasama dengan produsen-produsen mobil untuk mewajibkan adanya dual feul.
"Yang ideal adalah produsen mobil diwajibkan untuk produksi mobil-mobil niaga, seperti taxi untuk memakai dual feul," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Menurutnya, selain dengan bantuan dari produsen-produsen mobil, keberadaan bengkel juga bisa membantu dalam pengonversian tersebut. "Bengkel juga, 10 bengkel yang bisa dikonversi 15 mobil," imbuhnya.
Menurutnya, bila konversi sudah berjalan, maka pertamina akan membuka jalan untuk bekerja sama dengan pihak swasta dalam mengembangkan SPBG tersebut. "Tahap pertama pertamina harus turun sendiri, pada saat populasi mobil yang menggunakan gas sudah banyak, pertamina akan beri pada swasta siapa yang ingin berinvestasi," tuturnya.
Dia melanjutkan, untuk menyukseskan program konversi BBG ini, maka konversi harus dimulai di seluruh Pulau Jawa. "Jakarta kalau mau setahun 30 SPBG kita bisa lakukan," tutur dia.
Dengan demikian, maka persiapan distribusi gas yang baik ke Pulau Jawa juga harus diterapkan, mengingat ketersediaan gas di Pulau Jawa yang minim. Sehingga serentak Pulau Jawa akan memiliki SPBG
"Yang jadi masalah yang harus disiapkan Pulau Jawa defisit gas, harus ditambah impor bisa dari daerah-daerah di luar Jawa bisa dari luar negeri, kita impor energi atau bawa dari daerah diangkut pakai truk, yang diperlukan adalah landing poin untuk gas. Kita bangun mother station dilokasi lading poin," jelasnya.
Menurutnya, konversi BBM ke BBG harus dapat diakses dari semua tempat. Dia menyebut, Pertamina telah menentukan 5 persen lokasi-lokasi strategis yang harus dilengkapi. "Juga harus insentif untuk pengguna BBG, apakah insentif pajak murah atau lainnya," tuturnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)