NAMA Polytron di telinga masyarakat Indonesia mungkin tidak asing. Produsen perangkat elektronik asli Indonesia ini telah menempuh perjalanan panjang lebih dari empat dekade lalu.
Tepatnya, perusahaan yang pada awalnya bernama PT Indonesian Electronic & Engineering ini didirikan pada 16 Mei 1975 di Kudus, Jawa Tengah. Kemudian, berubah nama menjadi PT Hartono Istana Electronic pada 18 September 1976, dan berganti lagi menjadi PT. Hartono Istana Teknologi pada 2000.
Munculnya produsen perangkat elektronik nasional ini tidak terlepas dari peran Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono. Keduanya merupakan kakak beradik yang menjadi pewaris perusahaan rokok Djarum dari ayah mereka, Oei Wie Gwan yang meninggal pada 1963.
Sebelum bertempur dalam bisnis perangkat mobile atau smartphone, perusahaan lebih dahulu dikenal memproduksi alat-alat elektronik seperti televisi.
Diambil dari berbagai sumber, pada 1977, perusahaan merekrut 14 orang perempuan yang berada di kota Kudus untuk dilatih menyolder dan mendukung perakitan komponen menjadi unit produk. Mereka memiliki latar belakang SMEA dan SMA. Kemudian induk perusahaan, PT Djarum menempatkan empat orang teknisinya yang berlatar belakang pendidikan teknik ke perusahaan baru tersebut.
14 orang perempuan tersebut berlatih dengan komponen-komponen radio kecil yang didatangkan dari Singapura. Pada 1977 itu, perusahaan Indonesia ini mulai mengembangkan produk televisi dengan mendatangkan juga komponen dari Belgia.
Komponen ini lalu dirakit untuk diproduksi secara massal di pabrik Kudus. Inilah produk televisi pertama yang dilepas ke pasar domestik, menandai sejarah baru dengan memunculkan merek Polytron.
Ada suka duka menjual televisi pada saat itu, di mana perusahaan perlu mengangkut televisi itu ke Jakarta, Bandung dan kota besar lainnya. Perusahaan tidak memiliki brosur, sehingga produk perlu diangkut ke toko untuk diperlihatkan dan dijelaskan kepada calon pembeli.
Perusahaan kemudian membeli komponen-komponen produk televisi dari Hong Kong serta memulai perakitan TV hitam-putih 20 inci. Pada saat yang sama, perusahaan membangun lembaga riset dan pengembangan yang membuat PT Hartono Istana Teknologi menjadi manufaktur yang mendesain produk secara mandiri.
Perusahaan juga memproduksi radio compo yang terus berkembang mutunya untuk pengguna kelas atas. Teknologi semakin ditingkatkan karena perusahaan bekerjasama dengan Salora asal Finlandia dan terbantu dalam hal alih teknologi.
PT Hartono Istana Teknologi lalu mengembangkan teknologi hemat energi (40 watt) untuk produk televisi warna dengan ukuran layar 17, 20 dan 26 inci, yang menjadikan merek Polytron kian dikenal masyarakat Indonesia.
Pada 1990, pangsa pasar produk televisi warna dan audio keluaran PT Hartono Istana Teknologi menjadi yang nomor satu di Tanah Air. Kemudian pada 1993, Polytron memperluas generasi baru dari perangkat audio, meraih sertifikasi ISO 9001-2000 dan laboratorium uji mereka menerima sertfifikasi dari Komite Akreditasi Nasional.
Berbagai penghargaan terus disabet Polytron hingga 2004. Pada 2005, perusahaan memiliki 19 Paten Indonesia, Kanada dan Amerika Serikat.
Melihat tren smartphone dan pertumbuhannya yang cukup pesat di Indonesia, PT Hartono Istana Teknologi melirik pasar tersebut. Pada 2014, perusahaan memproduksi smartphone Android pertama.
Produksi dilakukan di pabrik Kudus, di mana sejak awal 2014 Polytron telah memproduksi terlebih dahulu perangkat ponsel atau feature phone di pabrik tersebut. Di pabrik yang memiliki luas kurang lebih 130.000 meter persegi itu ditargetkan mampu memproduksi 2,4 juta unit per tahun.
Produksi ponsel ini telah dilakukan Polytron sejak Maret 2011. Adapun saat ini, Polytron sudah memproduksi tiga jenis perangkat mobile, yang diklasifikasi dalam kelas feature phone, smartphone dan tablet.
(Raisa Adila)