JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) resmi mencabut Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Dicabutnya aturan tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam putusannya, MA mencabut 14 pasal 18 poin dalam PM 26 tahun 2017 tersebut. Namun secara khusus, MA mencabut 8 substansi yang secara khusus berkaitan dengan taksi online.
Baca Juga: Aturan Taksi Online Digugurkan MA, Kemenhub Kumpulkan Organda hingga Asosiasi Supir
Menanggapi hal tersebut, Pengamat transportasi Darmaningtyas mengatakan, sebenarnya aturan pada PM 26 tersebut sudah sangat sesuai. Hal tersebut setelah dirinya meninjau dan mempelajari langsung dari sisi teori transportasi.
"Saya kira yang kemaren itu (PM 26) sudah benar secara teori transportasi," ujarnya saat ditemui di Hotel Alila, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Baca Juga: Regulasi Taksi Online Dicabut MA, Aturan Baru Harus Selesai November!
Sebagai contoh lanjut Darmaningtyas, dalam teori transportasi sangat penting sekali aturan mengenai tarif dan kuota bagi transportasi online. Karena keduanya sangat erat kaitannya untuk meningkatkan kesejahteraan dari driver tadi online.
"Soal kuota, soal tarif batas atas dan bawah itu sudah betul secara teori transportasi. Kuota itu kan menjaga keseimbangan suplai dan demand, sedangkan tarif batas itu untuk melindungi operator dalam hal ini adalah driver," jelas Darmaningtyas.
"Karena ketika tidak ada tarif batas bawa maka dia semakin kecil dia dapat uangnya, kalau aplikatornya kan berapapun yang didapat driver dia memperoleh 20% sampai 30%, sehingga selalu akan beruntung," imbuhnya
(Dani Jumadil Akhir)