JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin mengumpulkan para petinggi perbankan nasional. Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara mewanti-wanti para bankir.
Presiden menekankan pentingnya kalangan perbankan dan industri keuangan menyiapkan diri dalam menghadapi persaingan global. Selain itu Presiden juga menekankan sejumlah hal. Apa saja? Berikut fakta-fakta dalam pertemuan tersebut.
1. Presiden juga berpesan agar perbankan keluar dari zona nyaman mengingat persaingan ke depan akan semakin sengit dan cepat. Menurutnya, di tengah kondisi global yang perubahannya begitu cepat, perbankan perlu membuat inovasi agar tidak ketinggalan dibanding pemain global. “Saya wanti-wanti ke bank nasional kita, hati-hati persaingan semakin sengit dalam beberapa tahun ke depan juga akan semakin sengit lagi,” kata Presiden saat bertemu dengan Para Pimpinan Bank Umum di Indonesia, di Istana Negara.
Baca Juga: Dorong Percepatan Ekonomi, Jokowi Minta DPR Tuntaskan UU Kewirausahaan
2. Presiden Jokowi mendorong agar pelaku usaha perbankan dan industri jasa keuangan berinovasi untuk menggenjot pertumbuhan kredit. Menurut Kepala Negara, dengan melihat pertumbuhan kredit pada tahun lalu yang hanya mencapai 8,24%, kondisi itu masih jauh dari harapan.
“Saya ingat waktu kita berkumpul di sini saat itu target yang kita berikan adalah 9%-12%. Kalau saya diberi angka 9%-12%, yang saya ambil pasti angka 12%-nya. Kembali lagi, risiko yang paling besar adalah apabila kita tidak berani mengambil risiko,” katanya.
3. Presiden mengaku heran dengan pertumbuhan kredit yang tidak mencapai target. Pasalnya, modal perbankan saat ini sangat kuat. Jokowi menyebutkan, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) mencapai23,36%. Angka tersebut jauh di atas negara-negara maju di mana CAR-nya hanya di kisaran 12-15%. “Terus tadi juga disampaikan excess reserve (kelebihan cadangan dana perbankan) kita mencapai Rp626 triliun. Ini berarti perbankan kita sangat likuid. Tapi mohon maaf saya pengen tahu, apakah perbankan kita ini terlalu aman dengan angka sebesar itu,” ungkapnya.
Baca Juga: Resmikan Pabrik Bioteknologi, Jokowi: Jangan Sampai Kita Impor, Impor, Impor!
4. Jaga prinsip kehati-hatian. Menurut Presiden, kondisi tersebut harus dipikirkan oleh semua pelaku jasa keuangan dan perbankan. Namun, kendati perbankan harus menjaga prinsip kehati-hatian, tetapi harus tetap keluar dari zona nyaman.
5. Mantan gubernur DKI Jakarta itu meminta agar para pemimpin perbankan melihat peluang-peluang di tengah maraknya bisnis digital. Mulai sektor swasta, gaya hidup, hingga bisnis-bisnis daring. “Di situ ada peluang yang sangat besar dalam menyalurkan pada usaha-usaha kecil, menengah yang semakin bergeser ke platform-platform digital. Menurut saya, perbankan kita harus lebih proaktif membantu UKM kita untuk pindah ke platform digital. Arahkan mereka untuk pindah ke platform digital,” tuturnya.
Fakta dari Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
1. Kondisi perbankan saat ini stabil. Menurutnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan oleh perbankan karena permodalan cukup besar. “Permodalan perbankan cukup besar. Ini 23,26%, secara agregat. Sedangkan minimal perbankan ini 12%. Jadi ini mempunyai ruangan yang cukup besar untuk memberikan pinjaman atau mendukung pertumbuhan kredit,” ungkapnya.
2. Kekuatan permodalan bank-bank di Indonesia cukup merata. Dia mencontohkan, untuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) CAR-nya di kisaran 21,96%, bank swasta nasional 21,82% dan bank BUMN 21,14%. Sementara untuk pertumbuhan kredit pada 2017, bank-bank badan usaha milik negara (BUMN) mencapai 11,55%, lebih tinggi dibanding bank asing yang tumbuh relatif hanya 2,7%, dan BPD di kisaran 9,09%.
“Pertumbuhan kredit 2017 sebesar 8,24%, memang ini lebih rendah dari rencananya bisnis 2017. Kita paham beberapa bank masih dalam konsolidasi kredit macet sehingga kredit macet ini di antaranya harus dihapus, supaya catatan kredit macetnya rendah, karena itu menjadi indikator ekonomi Indonesia,” ujarnya.
Baca Juga: Penyederhanaan Izin Migas Dimulai Kuartal I Tahun Depan
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, rendahnya pertumbuhan kredit bukan semata-mata ada kesalahan dari perbankan. Menurutnya, faktor pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya procylical atau siklus ekonomi yang memengaruhinya.
Artinya, ketika siklus eko nomi menurun maka penyaluran kredit pasti rendah. Rektor Universitas Paramadina Firmanzah berpendapat rendahnya pertumbuhan kredit bukan hanya disebabkan oleh faktor yang disampaikan oleh Presiden, tetapi juga adanya perlambatan dari sisi pertumbuhan ekonomi dan permintaan domestik. Hal ini yang membuat ekspansi usaha terbatas.
“Akibatnya kredit investasi dan modal kerja tumbuhnya tidak mampu menembus double digit,” ujar dia. (Dita Angga/Kunthi Fahmar Sandy/Hafid Fuad)
(Rani Hardjanti)