JAKARTA - PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) akan mencari pendanaan dari luar negeri dengan tingkat bunga rendah. Langkah tersebut guna membiayai divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia senilai USD3,85 miliar atau setara Rp55 triliun.
“Banyak bank yang terlibat, ada sekitar 11 bank. Kita cari bunga dengan tingkat paling murah,” ujar Direktur Keuangan Inalum Orias Petrus Moerdak di Jakarta.
Menurut dia, terdapat dua indikator untuk memperoleh pin jaman dari luar negeri. Selain tingkat bunganya rendah, pin jaman harus berasal dari aliran dana luar negeri (offshore funding).
“Jadi tidak harus dari bank asing. Kalaupun ada BUMN masuk, boleh saja asalkan dananya offshore,” katanya.
Dia menjelaskan, pinjaman melalui offshore funding tingkat bunganya lebih rendah dibandingkan mencari pinjaman dari on shore funding. Pasalnya, transaksi yang akan digunakan untuk divestasi menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat.
Selain itu, nanti baik pendanaan maupun pendapatan Inalum di Freeport juga diterima dalam bentuk dolar AS. Selain memudahkan transaksi, kata dia, pinjaman dari luar negeri tersebut tidak memengaruhi neraca pembayaran. Adapun untuk mekanisme pin jaman dari bank menggunakan skema sindikasi dengan bunga dan tenor sama.
“Walau pun ada banyak (bank), tapi satu term dan bunganya sama,” katanya.
Orias mengatakan, saat ini pihaknya telah melakukan negosiasi dengan sejumlah bank yang berminat mendukung Inalum membiayai Freeport. Dia juga mengatakan, pinjaman ini tidak akan memengaruhi keuangan anak usaha Inalum.
“Nggak akan membebani anak usaha karena tidak memakai dana internal,” ungkap dia.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Inalum mencari pinjaman dari aliran dana luar negeri dengan tingkat bunga paling rendah. Namun, pihaknya tidak menyebutkan kisaran bunga yang di tawarkan sejumlah bank yang berminat ikut membiayai divesta si Freeport.
“Belum bisa bilang, tapi yang pasti tingkat bunganya lebih rendah dari dalam negeri,” ujar dia.
Dia pun membeberkan alasan kenapa Inalum tidak meminjam dari bank nasional. Budi mengatakan, meminjam dari aliran dana luar negeri merupakan rekomendasi dari pemegang saham, yaitu pemerintah agar tidak berpengaruh terhadap nilai tukar Rupiah, neraca pembayaran, dan menjaga kondisi keuangan perusahaan.
“Jika pinjaman dari dalam negeri, dikhawatirkan akan menekan neraca pembayaran dan nilai tukar rupiah. Kami memahami itu dan kami membantu pemerintah menjaga kurs Rupiah,” katanya. (Nanang Wijayanto).
(feb)
(Rani Hardjanti)