Pro Kontra Simplifikasi Tarif Cukai Rokok, Nomor 5 yang Paling Dikhawatirkan

Rafida Ulfa, Jurnalis
Minggu 19 Agustus 2018 15:19 WIB
Foto: Pro kontra simplifikasi cukai rokok (Reuters)
Share :

JAKARTA - Kementerian Keuangan berencana menjalankan kebijakan penyederhanaan layer (simplifikasi) tarif cukai rokok sampai 2021 mendatang. Simplifikasi tarif cukai memangkas 12 layer tarif cukai, saat ini menjadi 5 layer tarif cukai. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 Tentang Tarif Cukai Tembakau.

Berikut fakta-fakta simplifikasi tarif cukai rokok, seperti dirangkum Okezone Finance, Minggu (19/8/2018):
 

1. Demi kelangsungan industri rokok nasional

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara menegaskan pemerintah tetap berkomitmen menjalankan kebijakan penyederhanaan layer (simplifikasi) tarif cukai rokok sampai 2021 mendatang.

Menurut Suahasil, kebijakan simplifikasi ini memberikan nilai positif bagi kelangsungan industri rokok nasional. Pabrikan rokok tidak bisa lagi melakukan kecurangan dengan membayar tarif cukai yang lebih rendah dari ketentuan golongannya.

"Seharusnya begitu. Semoga kepatuhan juga membaik," tegas Suahasil.

2. Rawan oligopolistik dan tekan industri kecil

Anggota Komisioner Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Kordat Wibowo mengatakan, bahwa simplifikasi bukan hanya menggabungkan layer cukai dari 12 ke 5 layer melainkan juga menggabungkan perusahaan-perusahaan Industri Hasil Tembakau (IHT). Perusahaan IHT skala besar akan bertahan pada kebijakan simplifikasi, sedangkan industri menengah ke bawah akan rentan.

Dia mengatakan, kebijakan ini berpotensi memperkuat oligopolistik di IHT karena industri kecil meminta pertolongan kepada industri besar.

“Simplifikasi membuka peluang bagi perusahaan mega besar menjadi lebih besar dengan mengorbankan usaha kecil dan mengancam keberlangsungan industri kecil,” ujarnya.

3. Makin sederhana, makin mudah implementasi

Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LDUI) Abdillah Ahsan menyatakan, kebijakan penyederhanaan sudah tepat. Pasalnya, sebelum adanya PMK 146/2017, sistem tarif cukai di Indonesia terlalu rumit.

"Kami pasti support. Semakin sederhana, kebijakan semakin baik dan mudah diimplementasikan," katanya

Dukungan juga disampaikan parlemen. Anggota Komisi XI DPR Amir Uskara, turut mengapresiasi pemerintah. Amir menilai kebijakan ini juga akan memberikan perlindungan terhadap pabrikan kecil. "Jadi kalau ada yang bilang sebaliknya, itu salah. Jelas-jelas kebijakan tersebut sangatlah melindugi pabrikan kecil agar tidak bersaing dengan pabrikan-pabrikan besar," ucap Amir.

 

4. Potensi persaingan tidak sehat

 

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai roadmap simplikasi struktur tarif cukai hasil tembakau yang dilakukan secara bertahap selama 2018-2021, bisa menimbulkan dampak persaingan usaha yang tidak sehat. Roadmap tersebut tertuang dalam PMK 146/2017 mengenai cukai Industri Hasil Tembakau (IHT) atau rokok.

Dalam beleid tersebut, dilakukan penggabungan pabrik golongan 2A, berskala lebih besar dan 2b menjadi satu golongan di 2019. Selain itu, pemerintah menyederhanakan layer tarif rokok setiap tahun berturut-turut menjadi 10, 8, 6, dan menjadi 5 layer di tahun 2021. Sedangkan di 2017 lalu, tarif cukai rokok terdiri 12 layer.

Di mana dilakukan penyamaan tarif cukai antara produk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) di tahun 2020. Komisioner KPPU Kodrat Wibowo mengatakan, pengabungan layer akan berimplikasi kepada merger perusahaan.

5. Membuat industri kecil tersisih

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menyatakan, dalam aturan tersebut di 2019 akan digabungkan Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan 2A dan 2B menjadi satu golongan. Padahal, industri 2A merupakan pabrik dengan skala lebih besar ketimbang 2B.

"Tentu 2A dan 2B dimaknai antara menengah dan kecil, kalau digabungkan dikhawatirkan yang kecil-kecil ini secara persaingan usaha kalah dengan menengah. Sehingga ini membuat industri kelompok kecil akan tersisih," ujarnya.

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya