Sudah Tembus Rp15.200/USD, Sri Mulyani Beri Sinyal Rupiah Masih Akan Hadapi Tekanan

Yohana Artha Uly, Jurnalis
Senin 08 Oktober 2018 18:52 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: Heru/Okezone
Share :

NUSA DUA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pergerakkan nilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi kondisi eksternal. Terutama dari kondisi perekonomian Amerika Serikat (AS) yang membuat mata uang negara di seluruh dunia terdepresiasi.

Seperti diketahui, kurs Rupiah terus mengalami tekanan hingga kini menyentuh di level Rp15.000 per USD. Melansir Bloomberg, Senin (8/10/2018), kurs Rupiah sore ini berada di posisi Rp15.217 per USD.

Baca Juga: Rupiah Semakin Anjlok, Kini Tembus Rp15.217/USD

Dia menjelaskan, pelemahan Rupiah dipicu kenaikan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS (US Treasury) 10 tahun yang kini mencapai di atas 3,4%. Persentase tersebut meingkat tajam, mengingat selama ini suku bunga US Treasury 10 tahun sebesar 3%.

"Jadi melihat bahwa dinamika perekonomian AS itu sangat mendominasi dan pergerakannya itu sangat cepat sekali kalau dulu treshold untuk bond-nya AS yang 10 tahun adalah 3%, jadi waktu mereka mendekati 3%, memunculkan reaksi dari seluruh pergerakan terutama nilai tukar dan suku bunga internasional, sekarang sudah di atas 3 persen," jelas dia di Hotel Mulia, Bali, Senin (8/10/2018).

Ke depan, lanjut dia, juga dihadapkan kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate/FFR) akan terus berlanjut. Tahun ini akan sekali lagi mengalami kenaikan, setelah sebelumnya sudah 3 kali, sedangkan di tahun 2019 diperkirakan akan terjadi dua kali.

Dengan demikian, maka diperkirakan pergerakan nilai tukar Rupiah akan terus berlanjut seiring kenaikan FFR hingga di tahun depan. "Normalnya equilibrium (titik keseimbangan) belum tercapai karena masih yang dikatakan oleh Powell (suku bunga AS), kemungkinan masih akan berlangsung sampai tahun depan," terang dia.

Baca Juga: Rupiah Anjlok, Dana Asing Keluar Capai Rp2,39 Triliun

Bendahara Negara tersebut menjelaskan, risiko kebijakan pengetatan moneter dari AS tersebut sudah diantisipasi dengan penyesuaian agar perekonomian lebih stabil dan berdaya tahan. Namun, salah satunya penyesuaian yang terjadi pada nilai tukar Rupiah.

"Dalam penyesuaian itu bisa dalam bentuk nilai tukar yang dalam hal ini fleksibel. Memang mungkin kita harus berhati-hati dalam sisi speed-nya, namun bahwa fleksibilitas dari nilai tukar itu tidak bisa dihindarkan karena di merupakan bagian dari respons terhadap lingkungan global yang masih akan terus berjalan," papar dia.

Dia menyatakan, pemerintah bersama Bank Indonesia akan bersama-sama melalui berbagai kebijakan untuk bisa mengelola stabilitas nilai tukar Rupiah. "Bersama BI melakukan yang disebut policy mix BI dalam mengelola nilai tukar, makroprudensial kemudian dari sisi melakukan intervensi kami di pemerintahan melakukan mix dengan apa yang sudah di lakukan di moneter," pungkasnya.

 

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya