“Investor masih yakin akan fundamental ekonomi Indonesia yang stabil. Meski terseret sentimen negatif, sebagai negara berkembang, Indonesia menunjukkan indikator ekonomi yang relatif kuat,” kata Budi dalam risetnya di Jakarta, Senin (5/11/2018).
Menurut dia, penerimaan pajak hingga September 2018 lalu tumbuh 17% yang menunjukkan pemerintah masih mampu membiayai anggaran negara secara internal. Selain itu, data domestik seperti penjualan mobil dan motor membaik.
Kredit perbankan hingga September 2018 tumbuh 12,6% dibandingkan periode sama tahun lalu. Kemudian valuasi Indonesia telah dianggap murah karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah terkoreksi 7,07% sejak awal tahun (year to date/ ytd). Sementara yield obligasi mencapai 8,29% per tahun, yang artinya investor bisa memperoleh return di obligasi sebesar 8,29% per tahun.
“Koreksi di pasar saham yang cukup dalam membuat valuasi IHSG dan saham menjadi menarik. Investor pun mulai kembali untuk masuk ke pasar saham dan obligasi,” ujar Budi.