Data Kemiskinan Jadi Pembahasan Politik, Ini Kata Kepala BPS

Yohana Artha Uly, Jurnalis
Sabtu 24 November 2018 17:36 WIB
Potret kemiskinan. Foto: Okezone
Share :

BOGOR - Memasuki tahun politik, data Badan Pusat Statistik (BPS) selalu menjadi pembasahan yang menuai pro kontra di publik. Terlebih terkait data kemiskinan penduduk Indonesia per Maret 2018 dirilis, di mana angka kemiskinan turun jadi 9,82% atau mencapai 25,95 juta orang.

Angka ini mengalami penurunan 633,2 ribu penduduk miskin bila dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang atau 10,12%. Sekaligus menjadi angka pertama tingkat kemiskinan Indonesia berada pada persentase satu digit dan terendah sejak era krisis moneter (krismon) di tahun 1998.

Baca Juga: Perangi Kemiskinan lewat Kompetensi dan Pasar Kerja

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, bukan hal aneh bila data-data BPS masuk ke ranah politik jelang pemilihan umum (pemilu) presiden dan wakil presiden di 2019 mendatang. Namun dirinya menegaskan, BPS menyampaikan data sesuai dengan yang ada di lapangan dan menggunakan metode yang sama dari tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini menegaskan BPS menjunjung tinggi independensi dalam melakukan pencarian, pengolahan, maupun penyampaian data.

"Kita jelaskan berulang kali, bahwa ketika ada capaian, kita bilang capaian. BPS menghitung angka kemiskinan sejak 1976. Metodologinya enggak berubah, mengacu pada guidance internasional, tidak hanya dilakukan di Indonesia, tapi juga Thailand dan Vietnam," kata dia dalam acara workshop BPS di Hotel Aston, Bogor, Sabtu (24/11/2018).

 

Pria yang akrab dipanggil Kecuk ini menjelaskan, memasuki tahun politik data BPS sering dipandang dari sudut pandang yang berbeda. Namun, lagi-lagi dia tegaskan BPS tetap menyampaikan data secara objektif.

"Seperti yang disampaikan alasan kemiskinannya satu digit, bahwa sekarang bansos lancar, banyak juga program lainnya yang jalannya bagus. Tapi seperti saya sampaikan juga, ada banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Jadi ketika baca data statistik harusnya jauh lebih utuh, tidak hanya 9,82%, tapi kenapa bisa turun ke 9,82%," paparnya.

Baca Juga: Bill and Gates Foundation Siap Entaskan Stunting Indonesia

Kecuk pun mengharapkan, pembahasan data di ranah politik bisa menyentuh substansinya untuk menyelesaikan masalah.

"Tapi ke depan saya ingin diskusi di sana (politik) itu didasarkan pada data yang valid dan lebih menyentuh pada substansi. Tidak pada statement yang isinya kosong tapi menggiring ke hal yang menurut saya kurang produktif," kata dia.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya