JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penelitian terkait kenaikan tiket pesawat yang belakangan ramai. Penelitian dilakukan meliputi kemungkinan adanya kartel dan juga adanya rangkap jabatan di PT Garuda Indonesia (Persero) dan PT Sriwijaya Air.
Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan, alasan mengapa penelitian masuk ke ranah jabatan karena rangkap jabatan merupakan indikasi adanya persaingan yang tidak sehat. Sebab, lewat jabatan ganda ini bisa saja ada kompromi antar direksi untuk menaikan tarif tiket pesawat termasuk kargo.
Baca Juga: Ada Dugaan Kartel Tiket Pesawat, KPPU Panggil Maskapai Nasional
Apalagi perusahaan–perusahaan tersebut berada dalam pasar yang sama atau memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha. Selain itu, secara bersama juga dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
"KPPU juga sudah masuk dalam tahap penelitian rangkap jabatan di Garuda dan Sriwijaya," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor KPPU, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Guntur menambahkan, jika hasil penelitian membuktikan bersalah maka pihak maskapai penerbangan bisa dikenakan sanksi berupa denda maksimal hingga Rp25 miliar. Sanksi tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan praktik Monopoli dan Persiangan tidak sehat.
Bahkan sanksi juga tidak berhenti sampai di situ. Karena sanksi berikutnya berasal dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai regulator akan menghampiri pihak maskapai.
Baca Juga: Tiket Mahal, 433 Penerbangan di Pekanbaru Dibatalkan
"Tapi sanksi itu bukan domain kami, melainkan kementerian teknis," ujarnya.
Namun untuk bisa mengetahui itu, pihaknya harus melanjutkan penelitian lebih dalam untuk mengetahui apakah pihak maskapai bersalah atau tidak. Oleh karena itu, masih akan ada beberapa penelitian tambahan sebelum nantinya akan dibawah menuju persidangan untuk sanksi tersebut,
"Penelitian ini tidak ada batas waktu, karena kami juga tidak ada wewenang menyadap sampai menangkap," ucapnya.
(Feby Novalius)