Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah menilai penurunan persentase tingkat kemiskinan di level 'single digit' atau di bawah 10%, memang relatif lebih sulit. "Penurunan angka kemiskinan di level satu digit, lebih sulit dari pada pengurangan angka kemiskinan di angka "double digit". Misalnya, pengurangan angka kemiskinan dari 25-20% relatif lebih mudah dibandingkan dengan pengurangan angka kemiskinan dari angka 10% ke 9%," ujar Rusli.
Menurut Rusli, hal tersebut disebabkan pada angka kemiskinan di level 'single digit' terdapat orang yang memiliki keterbatasan fisik atau difabel dan orang yang sakit-sakitan sehingga tidak produktif, dan juga orang yang tidak memiliki kualitas pendidikan atau keterampilan. "Sakit bisa disebabkan karena merokok misalnya. Sedangkan yang tidak memiliki kualifikasi pendidikan atau skill disebabkan orang tersebut tidak memiliki akses ke pendidikan baik formal maupun informal," ujar Rusli.
Oleh karena itu, lanjut Rusli, pemerintah saat ini memiliki dua pekerjaan sekaligus. Yang pertama ialah menjaga angka kemiskinan agar tetap satu digit dengan mengarahkan program-program bantuan kepada 69 juta penduduk rentan miskin. "Sebanyak 69 juta penduduk hampir miskin ini sangat rentan terhadap guncangan ekonomi baik inflasi atau nilai tukar rupiah," katanya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)