Sebagai perusahaan logistik tertua yang memiliki jaringan distribusi sampai ke pelosok tanah air, stigma di masyarakat bahwa mengirim barang lewat pos membutuhkan waktu yang lama dibandingkan jasa pengiriman lainnya tampaknya belum bisa hilang.
Padahal PT Pos sudah berupaya meningkatkan layanan dengan berbagai cara. Misalnya membuka jam operasional lebih lama dari sebelumnya, sampai membuka peluang kerja sama dengan mitra demi memperbanyak jaringan layanannya di tengah masyarakat.
Peningkatan layanan yang sejalan dengan penyesuaian tarif pos sejak pertengahan 2018 lalu.
Direktur Utama Pos Indonesia, Gilarsi W. Setijono, ketika menyambangi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 26 November 2018 lalu mengaku kesulitan mencapai target laba tahun berjalan sebesar Rp 400 miliar yang ditetapkan pemerintah.
Ia memperkirakan sampai akhir tahun lalu realisasi laba bersih perusahaan yang dipimpinnya hanya mencapai Rp 100 miliar atau 25 persen saja.
Baca Juga: Pengiriman Barang via Pos Naik 70%, Bagaimana dengan Uang?
Terbuai Margin?
Menurut Gilarsi, PT Pos memiliki tiga lini bisnis terbesar yaitu parsel atau pengiriman barang, jasa keuangan, dan pengiriman surat. Menurutnya bisnis persuratan sudah jauh menurun akibat perkembangan teknologi informasi.
Sementara pada layanan jasa keuangan, bisnis PT Pos juga tergerus akibat terbitnya aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membolehkan semua orang menjadi agennya bank, atau agen Laku Pandai sejak akhir 2014.
Nah sayangnya, meski merasakan ada peningkatan permintaan kirim barang yang signifikan dari sektor e-commerce sampai 400%, namun PT Pos nampaknya masih terbuai dengan margin laba yang lebih besar dari bisnis pengiriman surat dan layanan jasa keuangan.
“Jasa keuangan dan surat itu marginnya agak lebih baik dibandingkan parsel,” kata dia.
Akibat tidak cepat mengalihkan fokus bisnis untuk melayani pengiriman barang e-commerce alias jual beli online, sebuah kabar mengejutkan datang dari PT Pos. Akhir pekan lalu, manajemen perusahaan memutuskan untuk menunda pembayaran gaji kepada karyawan.
Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) pun memberi ancaman mogok kerja bila gaji tak dibayar sampai 16 Februari 2019. Ketua Umum SPPI Rhajaya Santosa dalam keterangannya memberi sejumlah tuntutan kepada perusahaan terkait penundaan pembayaran gaji.
Tuntutan itu dituangkan dalam lima poin penting. Poin pertama adalah jajaran direksi Pos Indonesia diwajibkan mengembalikan uang gaji Bulan Februari 2019 dan Tantiem tahun 2017 (dan mungkin tahun 2018 juga), serta mengembalikan uang kenaikan tunjangan representasi para pejabat SPV/VP/setingkat yang telah dinaikkan selama periode 2017-2018.
Minggu (3/2), masalah tunggakan pembayaran gaji karyawan PT Pos akhirnya menemui titik terang. Sekretaris Perusahaan PT Pos Indonesia, Benny Otoyo dalam keterangannya menjelaskan direksi menjamin perusahaan akan segera membayarkan gaji tersebut pada 4 Februari 2019, alias hari ini.
Semoga tunggakan gajinya cepat dibayarkan ya Pak Pos. Namun, bagi yang sudah jenuh jadi karyawan yang berharap banyak pada gaji bulanan, tidak ada salahnya berwiraswasta.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)