JAKARTA - Perusahaan financial technologi (fintech) peer to peer lending PT Pintar Inovasi Digital alias Asetku berencana mengeluarkan produk syariah. Ini cukup berani karena selama ini hampir jarang perusahaan Fintech mengeluarkan sebuah produk syariah. Hal ini tentu akan menjadi tantangan bagi perbankan.
Direktur Asetku Andrisyah Tauladan mengatakan pasar syariah Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, sehingga amat sangat disayangkan jika perusahaan fintech pemberi pinjaman tidak tersentuh.
"Ternyata pasar syariah luar biasa besarnya, dan pemain syariah belum banyak. Kita lihat peluang di situ dan kita maen di situ," ujarnya di Jakarta, Senin (11/2/2019).
Baca Juga: 45% Dana di Bank Bisa Beralih ke Fintech
Selama ini lanjut Andri, perusahaan masih bermain pada pemberian pinjaman secara konvensional alias non syariah. Di mana pasar terbesarnya adalah pulau Jawa seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat.
"Di pulau Jawa paling banyak. Jawa Barat, DKI Jakarta dan sekitarnya. Tapi kita berbagai pulau para lender yang mendanai asetku," katanya.
Sementara itu, ketika melihat dan melakukan sosialisasi tentang pinjaman syariah, banyak ditemukan calon peminjam di kota-kota lain. Sebut saja seperti Medan, Surabaya hingga Makassar.
"Sebelumnya pun juga kita lakukan. Kita keliling ke beberapa kota seperti Surabaya, Medan, dan Makassar, dan ternyata banyak yang nanyain syariahnya mana," ujarnya.
Baca Juga: Korban Pinjaman Online Disuruh Jual Ginjal, Asosiasi: Itu Tidak Manusiawi
Andri melanjutkan, rencana produk syariah ini sudah bisa dinikmati pada tahun ini. Dengan diluncurkannya produk syariah ini diharapkan semakin banyak lagi jumlah nasabah yang terjaring.
"Tahun ini, Asetku juga akan mengeluarkan asetku syariah dan asetku untuk lender institusi/perusahaan," ucapnya.
Mengenai konsepnya, nanti perusahaan pemberi pinjaman ini akan menggunakan pendekatan mudarabah. Artinya, perusahaan pemberi pinjaman ini akan membiayai orang dan juga dari hasil pembelian barang yang dijual kembali.
"Tapi kita masih memilih kontrak apa, akad apa yang akan kita gunakan untuk syariah ini. Karena pilihannya begitu banyak dan risikonya juga berbeda-beda, itu yang harus kita analisis dulu, termasuk konsultasi dulu ke DPS untuk di-approve," ujarnya.
(Dani Jumadil Akhir)