JAKARTA - Menggunakan plastik dalam kehidupan sehari-hari rasanya sudah menjadi hal yang lumrah. Plastik banyak dipilih karena ringan, harganya terjangkau, dan mudah didapat. Padahal ada banyak bahaya yang diakibatkan dari penggunaan plastik secara masif.
Bicara soal lingkungan, masalah terbesar yang kini mengancam kehidupan bukan hanya soal polusi udara, namun juga sampah plastik. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tren sampah plastik di Indonesia kian meningkat dengan persentase sebesar 16 persen.
Bahkan menempati peringkat kedua sebagai penghasil sampah plastik terbanyak di dunia, yakni sebanyak 5,4 juta ton per tahun. Jika pada akhirnya berpotensi merusak lingkungan, masihkah kita sampai hati untuk terus menggunakan plastik?
Dampak Buruk Sampah Plastik
Keberadaan sampah plastik di lautan, menjadi cerminan kalau masalah ini semakin tak bisa dianggap enteng. Hampir seluruh biota laut bahkan harus menanggung dampak buruk pencemaran lingkungan tersebut. Dilansir dari Biological Sciences, lebih dari 260 spesies mulai dari invertebrata, kura-kura, ikan, burung laut dan mamalia yang telah tercemar sampah plastik sehingga mereka mengalami gangguan makan serta pergerakan.
Baca Juga: Indonesia Dicap Pembuang Sampah ke Laut, Menteri Susi: Say No To Single-Use Plastic!
Contoh paling nyata adalah ketika perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara digegerkan oleh kematian paus sperma. Hal yang memprihatinkan, di dalam perut paus sepanjang 9,6 meter tersebut ditemukan sampah plastik seberat 5,9 kilogram. Sampah itu terdiri dari 115 gelas plastik seberat 750 gram, 19 plastik keras seberat 140 gram, dan empat botol plastik seberat 150 gram. Ada pula 25 kantong plastik seberat 260 gram, dua sandal jepit seberat 270 gram, satu karung nilon seberat 200 gram, serta 1.000 lebih tali rafia dengan berat 3.260 gram.
Itu kalau di laut, bagaimana dampak buruk sampah plastik di kehidupan sehari-hari kita? Sampah plastik butuh puluhan sampai ratusan tahun untuk bisa terurai secara alami. Mirisnya, 33 persen bahan plastik hanya dipakai sekali lalu dibuang, seperti botol air kemasan, kantong plastik dan sedotan. Jika terus dibiarkan menumpuk, tentu akan menjadi sumber penyakit di daratan.
Pengurangan Kantong Plastik Saja Tak Cukup
Upaya menyelamatkan bumi dari sampah plastik mulai digalakkan oleh pemerintah. Jakarta kini tengah merumuskan peraturan gubernur sejenis yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Jika kamu mengunjungi pasar modern atau tradisional, di sana banyak penjual yang sudah menarifkan Rp200 per satu kantong plastik. Dengan kebijakan tersebut, besar harapan masyarakat lama kelamaan berubah pikiran untuk memakai tas belanja yang lebih eco friendly.
Beberapa perusahaan ritel fashion perlahan juga sudah mengganti kantong berbahan plastiknya dengan paper bag. Pun, restoran cepat saji yang tidak lagi memberi sedotan plastik untuk setiap minuman yang mereka jual.
Diet kantong plastik saja belum cukup memerangi pencemaran lingkungan. Sebab pada dasarnya, material plastik tak hanya berupa kresek. Namun juga sedotan, botol air mineral, serta kemasan makanan. Belum lagi sampah dari pembalut atau popok bayi sekali pakai yang tak kalah menggunungnya. Oleh karena itu, kita tak mungkin hanya bergantung pada kebijakan pemerintah semata. Percuma juga bila ada peraturan, namun pada akhirnya orang-orang tetap enggan menuruti. Kesadaran diri sendiri lah yang justru amat dibutuhkan dalam menanggulangi permasalahan ini.
Mulai Gaya Hidup Zero Waste, Yuk!
Produksi sampah plastik memang tak mungkin enyah begitu saja, namun sangat bisa untuk dikurangi. Kesadaran diri sendiri yang tadi dibahas, dapat kita upayakan lewat gaya hidup zero waste di kehidupan sehari-hari. Sudah banyak dikampanyekan oleh para selebriti dan influencer terkenal, apa sebenarnya itu zero waste?
Zero waste adalah filosofi yang dijadikan sebagai gaya hidup demi mendorong siklus hidup sumber daya sehingga produk-produk bisa digunakan kembali. Dalam penerapannya, zero waste juga sangat anti dengan menjauhi single use plastic atau plastik yang hanya digunakan sekali.