Omzet Rp150 Triliun, Momentum Emas Ekspansi Bisnis Waralaba

Koran SINDO, Jurnalis
Senin 22 April 2019 10:57 WIB
Ilustrasi: Foto Koran Sindo
Share :

JAKARTA – Saat ini diyakini sebagai momentum tepat bagi investor untuk memulai bisnis waralaba atau franchise. Situasi yang sangat kondusif pascapemilu merupakan faktor kunci untuk memulai bisnis.

Ketua Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) Levita Supit mengatakan, perkembangan bisnis waralaba semakin menggeliat pada 2019. Hal ini berbeda dibandingkan tahun lalu, karena para pelaku usaha masih belum berani melakukan ekspansi sehingga lebih memilih menunggu dan melihat kondisi Indonesia setelah pemilu.

”Untuk semester I/2019 ini lebih baik dari semester I/2018. Pelaku usaha dari luar juga masih tetap merespons baik, mau membuka usahanya di Indonesia,” ujarnya.

 Baca Juga: Ingin Buka Bisnis Waralaba, Cek di Sini Daftarnya

Perkembangan bisnis waralaba pada awal 2019 juga didorong oleh program-program promosi untuk menarik daya beli masyarakat. Salah satunya program promosi Klingking Fun yang diselenggarakan pada saat pemilu.

”Program itu bukan untuk pemilu saja. Nanti menjelang Lebaran pun ada program serupa. Bulan Agustus juga akan ada. Ini adalah salah satu bentuk program yang dibuat pengusaha untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Apalagi sebenarnya daya beli masyarakat masih bagus,” ungkap Levita.

Levita menuturkan, pertumbuhan bisnis waralaba terus memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian. Pada tahun lalu, omzet dari bisnis waralaba di Indonesia mencapai sekitar Rp150 triliun dan masih akan terus bertambah ke depannya. Kontribusi itu berasal dari waralaba lokal dan asing sebanyak 2.000 merek. Waralaba masih menjadi salah satu bisnis yang menjanjikan di masa depan.

”Untuk brand memang lebih banyak lokal. Cuma untuk outlet lebih banyak asing,” tuturnya.

 Baca Juga: Mulai Bisnis dari Waralaba, Coba Pilih Franchise Sesuai Modal

Bisnis waralaba lokal juga terus berekspansi keluar negeri. Menurut Levita, peluang tersebut sangat terbuka bagi waralaba Indonesia. Saat ini bisnis waralaba Indonesia di luar negeri baru 10%.

Untuk mendukung hal itu, pemerintah bersama Kadin dan WALI turut mendorong ekspansi waralaba lokal melalui kegiatan pameran di dalam maupun luar negeri. Adapun kategori usaha yang potensial untuk diekspansi keluar negeri, antara lain bisnis food and beverages (F&B), spa, dan ritel.

”Perlu persiapan dari mutu produk, SDM, karena setiap negara punya suatu kebiasaan yang berbeda-beda. Itu yang harus diantisipasi oleh para pelaku usaha kita. Tapi, ketika sudah siap, tentu lebih gampang untuk membuat bisnis itu go international,” katanya.

CEO Kebab Turki Baba Rafi, Hendy Setiono mengatakan, saat ini Baba Rafi sudah masuk tahun ke-11. Kunci perkembangan bisnis waralaba menurutnya adalah selalu melakukan inovasi di segala lini. Namun, saat ini merupakan momentum bagi investor memulai bisnis waralaba dibandingkan instrumen investasi lain. Dia mengatakan, saat ini pihaknya memiliki 1.300 outlet aktif tersebar di 10 negara.

Bahkan, tahun ini pihaknya optimistis akan menambah pasar baru untuk India dan Taiwan. Pasar di India disebutnya sangat besar sehingga ekspektasinya tinggi. Kebab Turki Baba Rafi akan membuka 100 gerai di Bangalore di dua tahun pertamanya. Sedangkan di Taiwan akan dibuka oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia Taiwan yang ambil master franchise di sana.

”Justru selama ini mitra luar negeri selalu warga lokal di sana, ” ujar Hendy di Jakarta

Dia menjelaskan ada beberapa tipe investasi franchise yang ditawarkan. Kontainer kebab disebutnya saat ini sedang tren karena praktis dibuka di mana saja, seperti SPBU atau minimarket sehingga tersebar lebih mudah.

Untuk bisa bergabung dengan kontainer kebab terdapat pilihan paket Rp350 juta, Rp250, dan Rp200 juta dengan perbedaan besaran outlet.

”Skenario balik modal untuk bisnis kontainer kebab terbagi untuk reguler atau dikelola sendiri dalam waktu 1,4 tahun dan opsi syariah atau dikelola manajemen bisa balik modal dalam 2 tahun,” ujar Hendy.

Diversifikasi usaha lain selain makanan disebutnya budi daya tambak udang vaname yang saat ini sudah ada 170 kolam. Franchise untuk investasi udang ini disebutnya adalah pertama di Indonesia. Keunggulannya karena relatif lebih stabil dibandingkan bisnis ritel yang fluktuatif. Untuk bisa menjadi mitra waralaba tambak udang, perlu menyetorkan modal awal Rp225 juta per kolam.

Memerlukan empat kali siklus panen untuk bisa break even point (BEP) alias balik modal. Karena untuk sekali siklus panen membutuhkan waktu empat bulan. Dia menjelaskan, saat ini minat investasi bernilai besar masih kurang sehingga para investor akan beralih masuk ke segmen modal menengah yang tidak terlalu besar. Investasi pada properti dan saham masih kurang bagus saat ini. Sementara itu, kompetitor franchise restoran lain masih lebih mahal hingga miliaran sehingga Baba Rafi jadi pilihan menarik.

”Tantangan yang dihadapi bisnis ini adalah kebutuhan regulasi yang stabil. Apabila hasil pilpres sesuai quick count, pengusaha bisa langsung tancap gas,” katanya.

Pengusaha juga butuh daya beli masyarakat yang lebih baik lagi. Saat ini semua investor menunggu pemilu dan syukur berjalan lancar sehingga bisa fokus menata bisnis lagi.

”Pasar dalam negeri masih jadi pilihan. Kini di era digital harus bisa kombinasikan strategi konvensional dan yang kekinian. Intinya inovasi harus dilakukan di segala lini,” ujarnya.

Founder dan CEO Radja Cendol (RANDOL) Danu Sofwan mengatakan pihaknya kini memiliki 800 lebih outlet. Dulu persyaratan bagi yang ingin bergabung lebih bebas, tapi sekarang pihaknya sangat selektif dalam memilih mitra.

Syaratnya, yakni meminta komitmen bagi calon mitra karena modalnya memang terjangkau untuk banyak orang. Selain itu, bagi calon mitra harus bersedia membuka outletnya minimum selama dua tahun. ”Kami juga minta deposit kepada calon mitra,” kata Danu.

Dia mengatakan ada beberapa paket kemitraan bagi yang ingin bergabung. Paket terendah Rp15 juta sudah termasuk gerobak dan bahan baku, paket Rp25 juta dengan perbedaan desain yang lebih modern, dan paket Rp40 jutaan dengan bahan baku lebih banyak. Dia mendukung generasi muda memulai berbisnis sejak dini. Menurutnya, untuk jadi pengusaha sebaiknya lebih dulu menguasai teori bisnis dan pemasaran.

Dia bercerita saat mulai bisnis tahun 2013 terpaksa secara autodidak karena ekosistem bisnis belum ramai seperti dua tahun terakhir. ”Dulu pada 2013, belum ada pelatihan bisnis seperti saat ini. Belajar sendiri saja. Tapi, sekarang saya seimbangkan teori terkini dan praktiknya di lapangan,” ujar Danu.

Menurutnya, syarat untuk jadi pebisnis tidak harus pintar di sekolah, namun kemampuan leadership dan decision making . Selain itu, anak muda harus berbisnis dengan sepenuh hati dan konsisten. Bahkan, dia sendiri telah mengalami banyak kerugian dalam 10 macam bisnis sebelum membangun Radja Cendol saat ini. Dari hal remeh seperti cendol tersebut, dia mampu meraih kesuksesan hingga memberangkatkan haji orang tuanya.

Targetnya, tahun ini Radja Cendol akan ekspansi ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand. Setiap negara kemungkinan akan ada dua atau tiga gerai. ”Saatnya produk kita masuk ke negara lain,” katanya. (Oktiani Endarwati/Hafid Fuad)

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya