Dia memperkirakan setidaknya ada 1,5 juta penduduk dengan kebutuhan lahan 40 ribu hektare (ha). Luas tersebut dengan estimasi pemerintah akan butuh 5% dari total lahan, pelaku ekonomi 15%, infrastruktur 20%, permukiman 40%, dan ruang terbuka hijau 20%. Sementara untuk skenario kedua, yakni tidak semua PNS dipindah ke ibu kota negara baru. Dengan kondisi ini, dia memperkirakan hanya 111.000 PNS dan 184.000 pelaku ekonomi yang akan dipindahkan Dia mengatakan, dengan skenario ini maka jumlah penduduk yang harus pindah sekitar 870.000. Lahan yang dibutuhkan pun hanya 30.000 ha. “Estimasi besarnya pembiayaan di mana skenario satu diperkirakan akan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau USD33 miliar. Skenario dua lebih kecil karena kotanya lebih kecil, yaitu Rp323 triliun atau USD23 miliar,” terangnya.
Baca Juga: Menteri Bambang Usulkan Badan Otoritas Kelola Pembangunan Ibu Kota Baru
Anggota Komisi VI DPR Abdul Kadir Karding mengatakan, rencana itu sudah sepantasnya didukung banyak pihak karena gagasannya muncul sejak era Presiden Soekarno. Ketua DPP PKB ini menuturkan, di sejumlah negara maju, ibu kota memang tak lagi digabung antara pusat ekonomi-bisnis dan pemerintahan. “Justru pemisahan itu akan membuat pembangunan tidak lagi terkonsentrasi pada satu kawasan saja,” tuturnya. Karding menilai Indonesia berada di tangan yang tepat karena punya rencana yang berorientasi jauh maju ke depan. Dengan pemindahan ibu kota, beban yang dipikul Jakarta selama ini bisa jauh berkurang.
“Calon ibu kota masa depan Indonesia nanti haruslah mencerminkan konsep Indonesia secara utuh. Tapi juga yang modern, mengusung konsep go green dengan konsep smart city,” beber Karding. Senada dengan Karding, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga menanggapi positif kebijakan baru Presiden Jokowi untuk mematangkan rencana memindahkan ibu kota negara dan menjadikan Jakarta sebagai pusat perekonomian Indonesia. Menurut Hasto, kebutuhan pemindahan ibu kota juga mempertimbangkan arah masa depan Indonesia, di mana pada 2030 Indonesia diprediksi menjadi kekuatan perekonomian keempat di dunia.
Direktur Indostrategi Arif Nurul Imam berpendapat, rencana Presiden Jokowi memindahkan ibu kota negara ke luar Jawa merupakan hal positif karena memunculkan pusat ekonomi baru. Namun, yang perlu dipikirkan adalah kapan bisa dilaksanakan program tersebut. Ini sangat penting karena menyangkut pembiayaan yang tidak sedikit. Dosen Fisipol UGM Hempri Suyatna mewanti-wanti pemindahan ibu kota negara tidaklah mudah. Ini lantaran berkaitan dengan akses dan fasilitas pemerintahan yang layak. “Jadi, pemerintah harus berpikir ulang karena masih banyak hal urgen yang harus diselesaikan,” ungkapnya.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna juga menilai pemindahan ibu kota harus dimatangkan. Jangan sampai hal ini sekadar wacana atau spekulasi. “Harus dimatangkan dan benar-benar dilaksanakan,” kata Yayat. Yayat menilai ibu kota nantinya harus didukung infrastruktur memadai, seperti bandar udara, jalanan pendukung ke pusat kota, ataupun lainnya. “Dan yang terakhir, perlu dukungan politik anggota DPR untuk merevisi Undang-Undang Ibu Kota Negara di Jakarta,” ucapnya. Pengamat perencanaan kota dan wilayah UGM Sudaryono menilai tepat atas rencana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa atau berada di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) 2, terutama di antara perairan antara Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.