JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai kebijakan pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa harus memiliki payung hukum yang kuat. Sebab, pemindahan Ibu Kota tak bisa rampung hanya dalam hitungan 5 tahun, di mana siklus pemerintahan juga akan berganti.
"Masalah pemindahan Ibu Kota itu ide yang bagus untuk membuat daerah pertumbuhan baru. Tapi harus diingat, sifat pemindahan Ibu Kota itu jangka panjang, karena memerlukan persiapan tata ruang, dana, wilayahnya dan sebagainya. Tidak mungkin selesai dalam waktu lima tahun," ujarnya ditemui di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Baca Juga: Ibu Kota Pindah, Menko Luhut: Ya Serius!
Menurut Hariyadi, dengan adanya kekuatan hukum yang mengikat kebijakan tersebut, jika terjadi pergantian pemimpin negara maka proses pemindahan Ibu Kota dapat tetap berlanjut. Sebab, keberlanjutan sangat berkaitan dengan investasi di Ibu Kota baru itu.
"Kalau tidak berlanjut akibatnya akan merugikan kita semua, karena dananya sudah keluar," imbuh dia.
Oleh sebab itu, dirinya berharap pemerintah bisa menyediakan payung hukum yang jelas dan perencanaan yang matang, sebelum benar-benar memutuskan pemindahan Ibu Kota. Dengan demikian, negara juga tidak perlu menanggung kerugian-kerugian yang sebenarnya bisa diantisipasi.
"Jadi ini memerlukan jaminan jangka panjang, jangan sampai nanti sudah diputuskan tapi ke depannya tidak jalan. Ini kelemahan kita. Ini juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan," tegasnya.
Sekedar diketahui, pemerintah memiliki tiga kandidat pemindahan Ibu Kota yakni di Sumatera, Kalimantan, atau Sulawesi. Di mana ada dua skema pemindahan yakni pertama dengan anggaran Rp466 triliun untuk kebutuhan lahan mencapai 40 ribu hektare (ha) dan 1,5 juta jiwa terdiri dari seluruh aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di kementerian dan lembaga (k/l), tingkat legislatif dan yudikatif, serta pelaku ekonomi dan anggota TNI dan Polri.
Skema kedua yakni dengan anggaran Rp322 triliun untuk kebutuhan lahan mencapai 30 ribu ha dan ASN yang bekerja di tingkat k/l, tingkat legislatif dan yudikatif, serta pelaku ekonomi dan anggota TNI dan Polri yang bermigrasi sebanyak 870 jiwa.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)