JAKARTA – Model pembayaran digital di Tanah Air akan semakin mudah setelah Bank Indonesia (BI) meluncurkan standar kode respons cepat atau Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) di Jakarta kemarin.
Adanya standar kode respons cepat (QR code) tersebut juga akan membuat transaksi yang menggunakan perangkat smartphone itu lebih efisien dan aman. Tren ini di perkirakan menjadi budaya baru dalam melakukan pembayaran sehingga penggunaan uang tunai semakin berkurang. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, dalam tahap awal BI memperkenalkan QRIS untuk merchant presented mode (MPM), yakni gerai atau toko yang memiliki QR di mana pelanggan bisa melakukan pemindaian QR code. Skema ini juga menjadi jawaban dari disrupsi sistem perekonomian digital yang terjadi akhir-akhir ini.
“Ini akan mulai diimplementasikan pada semester II tahun ini,” kata Perry di sela-sela seminar internasional bertema Digital Transformation for Indonesian Economy sekaligus softlaunching QRIS di Jakarta kemarin. Perry berharap pelaku industri perbankan dan teknologi finansial dapat berkolaborasi dalam memanfaatkan teknologi digital setelah adanya standar baku dalam pengembangan QR code tersebut. BI juga berharap standar yang menjadi acuan bersama oleh seluruh perusahaan kode QR dapat mengurangi risiko dalam pengembangan layanan sistem pembayaran. “Kami masih terus mengomunikasikan ini kepada pihak-pihak terkait,” imbuhnya.
Baca Juga: BI Siapkan 5 Strategi Kendalikan Sistem Pembayaran Digital
Seperti diketahui, belakangan ini semakin banyak perusahaan mem be rikan layanan aplikasi pembayaran digital, terutama di sektor ritel dan jasa. Di antaranya Go-Pay yang terafiliasi dengan Go-ek, OVO, Dana, dan LinkAja. Yang terakhir adalah perusahaan baru hasil kerja sama sejumlah badan usaha milik negara (BUMN). Peran layanan pembayaran digital ini memudahkan konsumen pengguna karena mereka tidak lagi memerlukan uang tunai saat bertransaksi. Se lama pengguna memiliki saldo pada dompet digitalnya, mereka tinggal memindai pada perangkat kode QR di toko atau merchant.
Demikian juga di sektor transportasi berbasis on line seperti GoJek dan Grab, pembayaran akan otomatis dengan mengurangi saldo pada aplikasi yang digunakan. Dalam skema teranyar BI selaku otoritas moneter, kode QR dalam sistem pembayaran ke depannya akan dapat digunakan lintas layanan dan terkoneksi dari berbagai perusahaan penyelenggara. Skema ini juga didesain bisa melayani pembayaran digital dari penyedia layanan luar negeri seperi AliPay dan WechatPay. Syaratnya, mereka harus menyesuaikan sistem kode QR-nya dengan QRIS. Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Pungky Purnomo Wibowo mengungkapkan, ada sekitar 16 penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) dengan kode respons cepat (QR code) yang sudah sesuai dengan ketentuan standar QRIS.
“Ada 16 yang sudah siap, lima lainnya finalisasi, juga ada yang akan menyusul setelah Lebaran,” ucapnya. Selain meluncurkan tahap awal standar kode QR, BI juga memperkenalkan lima visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 guna memastikan arus digitalisasi berkembang dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif. Pertama, mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan. Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi-keuangan digital melalui open banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.
Ketiga, menjamin interlink antara teknologi finansial (financial tec hno logy/fintech) dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow banking melalui pengaturan teknologi digital (seperti application programming interface/ API), kerja sama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan. Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan konsumen, integritas dan stabilitas, serta persaingan usaha yang sehat. Terakhir, menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi keuangan digital antarnegara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerja sama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.