Poin kedua yaitu penataan ruang harus memenuhi azas kemakmuran dengan kriteria di antaranya Berkeadilan, Memberikan keamanan, kenyamanan, produktif dan berkelanjutan; Terhindar dari bencana alam/lingkungan; Tidak ada kesenjangan antar daerah serta Menghasilkan nilai tambah.
Ketiga, hadirnya UU baru, penting mempertimbangkan faktor harmonisasi dan sinkronisasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga dapat lebih memastikan tidak terjadinya: konflik, kontradiksi, tumpang tindih, inkonsistensi, kesenjangan hukum dan kesulitan/kendala implementasi.
"Lalu keempat, RUU Pertanahan ini diyakini menyangkut kepentingan banyak sektor, termasuk sektor kehutanan dan bukan hanya semata-mata persoalan tanah dan penguasaan lahan," paparnya.
Berikutnya kelima, RUU Pertanahan yang dalam pembahasannya saat ini telah masuk dalam Panitia Kerja DPR RI, dirasa belum mengedepankan asas keterbukaan informasi publik dan masih memerlukan kajian lebih intensif dengan melibatkan para pihak, termasuk para akademisi bidang kehutanan.
Sedangkan pernyataan keenam atauterakhir , apabila RUU Pertanahan dipaksakan untuk disahkan pada akhir periode DPR RI 2014-2019, dikhawatirkan tidak dapat menjadi solusi terhadap permasalahan pertanahan.
(Anto Kurniawan-Sindonews)
(Feby Novalius)