JAKARTA - Pemerintah resmi menstop eskpor bijih nikel (ore) mulai besok. Sebenarnya larangan ekspor bijih nikel ini akan dilakukan pada 1 Januari 2020.
Namun berdasarkan kesepakatan dan hasil rapat koordinasi yang dilakukan pada hari para pengusaha bersedia untuk menstop seluruh kegiatan ekspor bijih nikelnya mulai esok hari. Rapat koordinasi tersebut juga membahas mengenai industri smelter di Indonesia.
Baca Juga: Begini Untung Rugi Pelarangan Ekspor Nikel Dipercepat
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, memang meskipun dimajukan kebijakan ini tidak bertentangan dengan aturan. Asal tahu saja, aturan penghentian ekspor bijih nikel ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 11 Tahun 2019 yang mana pelarangan ekspor nikel berlaku mulai 1 Januari 2020.
"Atas kesadaran bersama, maka hari ini secara formal kesepakatan bahwa yang seharusnya ekspor ore selesai Januari 2020 mulai hari ini kita sepakati tidak ekspor ore. Ini tidak atas dasar surat negara tapi atas dasar kesepakatan bersama. Ini dari asosiasi nikel dan pemerintah, jadi kita larang mulai per 29 Oktober, " ujarnya dalam acara konferensi pers di Kantor Pusat BKPM, Jakarta, Senin (28/10/2019).
Baca Juga: Ekspor Nikel Dilarang, Apa Dampaknya ke Neraca Dagang?
Bahlil menambahkan, ada tiga kesepakatan yang sudah diputukan saat rakor diselenggarakan. Kesepakatan pertama Pertama, ore yang sudah ada hingga Desember 2019 akan dibeli oleh pengusaha yang sudah memiliki smelter, dengan harga sesuai harga internasional yang ditetapkan oleh China dengan dikurangi pajak dan biaya transshipment.
Kedua, dalam proses pembelian tersebut, baik penjual maupun pembeli harus sama-sama melakukan ukur kadar. Dan yang terakhir, sistem pembayaran juga akan terjadi antara para pembeli dan penjual.
"Investor kita harus menjamin di negara kita dan kita harus jaga pengusaha dalam negeri," ucapnya.
Mantan Ketua Hipmi ini menambahkan, adanya pelarangan ekspor bijih nikel ini bukanya tanpa alasan. Karena pemerintah berharap bijih nikel yang diproduksi di dalam negeri ini bisa di proses di dalam negeri.
Sehingga, hasil pengolahan bijih nikel ini bisa memberikan nilai tambah, ketimbang ekspor ore yang justru membuat rugi. Hilirisasi atau mengekspor barang ore jadi disebut Bahlil bisa mencapai USD2.000 per ton.
"Ore yang sudah ada akan dibeli oleh pengusaha yang sudah punya smelter. Harganya pun masih level internasional," ucapnya.
(Dani Jumadil Akhir)