JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan, investasi yang dilakukan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dari dana kelolaan yang dihimpun melalui produk asuransi JS Saving Plan, membuat kerugian negara mencapai Rp13,7 triliun hingga Agustus 2019.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, perseroan membuat kerugian besar lantaran berinvestasi pada sebagian aset yang buruk atau dengan resiko tinggi (high risk) untuk mengejar keuntungan yang tinggi (high return). Investasi ini pun melibatkan 13 perusahaan reksadana.
"Sebagai akibat transaksi-transaksi investasi tersebut, Jiwasraya menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun. Ini merupakan perkiraan awal dan diperkirakan nilainya akan lebih dari itu," ungkapnya dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Baca Juga: Kejagung Endus Ada Korupsi di Jiwasraya, Libatkan 13 Perusahaan Reksadana
Jiwasraya diketahui menempatkan investasi pada saham sebanyak 22,4% senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 5% dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ45) dan sebanyak 95% dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Kemudian investasi juga dilakukan pada reksadana sebanyak 59,1% senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2% nya yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kinerja baik (top tier management), sedangkan 98% dikelola oleh manager investasi dengan kinerja buruk.
Kerugian dari investasi yang buruk itu membuat perseroan mengalami kesulitan likuiditas dan mengalami gagal bayar klaim polis dari produk asuransi JS Saving Plan. Jiwasraya memiliki tunggakan polis jatuh tempo untuk periode Oktober-Desember 2019 senilai Rp12,4 triliun.
Baca Juga: Masalah Jiwasraya di Era SBY Sudah Selesai, Said Didu: Muncul Lagi di 2018
Oleh sebab itu, persoalan likuiditas akibat penempatan investasi yang buruk itu diduga Kejagung merupakan tindak pidana korupsi. Saat ini kasus tersebut sudah masuk ke dalam tahap penyidikan.
"Penyidikan dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kagiatan investasi yang melibatkan 13 perusahaan tersebut, lantaran melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance," kata Burhanuddin.
(Dani Jumadil Akhir)