JAKARTA - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Agung Firman Sampurna meminta setiap kementerian/lembaga (K/L) memperkuat manajemen risiko (risk management) dalam penggunaan anggaran. Hal ini belajar dari kasus gagal bayar polis jatuh tempo yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
"Kasus Jiwasraya itu selain terkait pidana dan kriminal, ada masalah terkait risk management juga di dalamnya. Betapa pentingnya risk management sebagai pedoman dan menjadi penjaga kita dalam mengelola keuangan negara," ujar Agung dalam Entry Meeting atas Pemeriksaan Laporan Keuangan TA 2019 di Gedung BPK RI, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Baca juga: Bos OJK Masih Cari Jalan Keluar Selamatkan Jiwasraya
Dia menyatakan, BPK sendiri telah memiliki manajemen risiko yang diharapkan bisa turut dilakukan oleh setiap K/L, sehingga bisa mendorong pengelolaan keuangan yang baik. "Dua hal utama adalah masalah matriks risiko bisnis dan matriks penilaian risiko, itu penting untuk risk assesment," imbunya.
Menurutnya, matriks risiko bisnis adalah suatu informasi kondisi yang berisiko signifikan dan berpotensi gagal untuk mencapai tujuan. Kemudian berimplikasi pada buruknya manajemen lantaran terjadinya perubahan kebijakan, lingkungan operasional, risiko kinerja keuangan, tujuan sasaran strategi, dan risiko sistem informasi.
Sedangkan matriks penilaian risiko dilakukan dalam rangka identifikasi dan risiko kecurangan yang berpotensi terjadinya kesalahan dalam laporan keuangan. Hal ini berkaitan dengan korupsi, penyalahgunaan aset, dan penyediaan laporan yang menyesatkan.
Sekedar diketahui, Jiwasraya mengalami permasalahan tekanan likuiditas lantaran melakukan investasi pada sebagian besar aset berisiko tinggi (high risk) untuk mengejar keuntungan yang tinggi (high return). Sebagian besar dana investasi ditaruh pada saham berkinerja buruk dan pada reksa dana yang dikelola oleh manager investasi dengan kinerja buruk.
Alhasil kerugian yang malah didapatkan Jiwasraya, membuat perusahaan pelat merah itu mengalami gagal bayar klaim polis yang jatuh tempo untuk periode Oktober-Desember 2019 senilai Rp12,4 triliun. Sementara Kejaksaan Agung memperkirakan kerugian akibat buruknya investasi Jiwasraya mencapai Rp13,7 triliun.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)