8 Fakta di Balik UMP 2021, Tak Naik Malah Bisa Turun

Dani Jumadil Akhir, Jurnalis
Sabtu 24 Oktober 2020 08:27 WIB
UMP 2021 (Foto: Shutterstock)
Share :

JAKARTA - Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 akan diumumkan pada 1 November 2020. Dewan Pengupahan Nasional mengusulkan UMP 2021 tidak naik. Tetapi buruh ngotot UMP 2021 harus naik 8% meski ekonomi sedang minus.

Jika pemerintah tidak memgabulkannya, buruh pun siap melakukan aksi demo lebih besar dari Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.

Berikut fakta-fakta soal UMP 2021 seperti dirangkum Okezone, Jakarta, Sabtu (24/10/2020).

1. Pengusaha Pastikan UMP 2021 Tak Naik

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menyatakan acuan penetapan UMP itu tercatat di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 78 tahun 2015. Di mana dalam menetapkan UMP itu ada rumusan tersendiri di dalam regulasi tersebut.

Baca Juga: UMP 2021 Naik atau Turun? Ini Penjelasan Kemnaker 

Salah satu indikatornya, yaitu ditetapkan berdasarkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Kini, mengingat perekonomian sedang krisis, maka bisa dipastikan kalau besaran UMP 2021 sama seperti tahun sebelumnya atau tidak ada kenaikan.

"Nah, dengan demikian berarti kenaikan UMP kita 0%. Jadi tetap. Itu adalah merupakan rumusan dan formula yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Jadi UMP ke depan 2021 0%. Kita tahu kondisi dunia usaha terdampak Covid-19," kata Sarman saat dihubungi Okezone.

2. UMP 2021 Tak Naik Sangat Tepat

 

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan tidak naiknya UMP pada tahun depan sudah sangat tepat. Karena dengan kenaikan UMP 0% merupakan pilihan yang adil bagi pengusaha dan juga masyarakat.

“Jadi kenaikan UMP 2021 sebesar 0% sudah sangat tepat,” ujarnya saat dihubungi Okezone, Jumat (23/10/2020).

Menurut Sarman, jika mengacu pada formula UMP pada Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015, maka upah justru akan mengalami penurunan. Karena penetapan UMP ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.

Jika menghitung pada kondisi saat ini, maka didapatkan angka minus. Sehingga jika dikalikan dengan UMP berjalan saat ini, seharusnya upah mengalami penurunan pada tahun depan.

“Dengan hitungan kondisi saat ini maka dapat angka minus. Kalau dikalikan UMP bisa turun,tapi tidak mungkin UMP turun maka kenaikan UMP 2021 adalah 0%,” jelasnya.

 


3. Buruh Minta UMP 2021 Tetap Naik 8%

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal buka suara terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang berpotensi tidak mengalami kenaikan pada 2021. Bahkan bisa mengalami penurunan jika mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015.

Menurut Said Iqbal, pihaknya menolak permintaan kalangan pengusaha yang meminta agar tidak ada kenaikan upah minimum. Sebab, upah minimal yang ideal naik 8% sesuai dengan kenaikan rata-rata upah dalam tiga tahun.

“Buruh tidak setuju dan tahun 2021 harus tetap ada kenaikan UMP, UMK, UMSK," ujarnya saat dihubungi Okezone, Senin (19/10/2020).

 

4. Aturan soal UMP

Dewan Pengupahan Nasional mengusulkan beberapa poin terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun depan. Dalam usulan tersebut, ada kemungkinan bahwa UMP tidak akan mengalami kenaikan pada tahun depan atau bahkan turun.

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz mengatakan saat ini aturan yang digunakan merupakan peraturan lama yakni PP nomor 78 tahun 2015. Jika mengacu pada aturan ini maka nilai upah minimum akan mengalami penurunan karena mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal akan tetap minus pada akhir tahun nanti. Sedangkan angka inflasi dari Januari hingga September tahun ini saja baru mencapai 0,89% setelah tiga bulan secara berturut-turut mengalami deflasi.

Jika mengacu pada aturan tersebut atau dilihat pada Kebutuhan Hidup Layak, maka upah minimum di beberapa daerah akan mengalami penurunan. Salah satu yang mungkin terjadi adalah di DKI Jakarta dan juga Karawang.

"Saat ini tentunya masih sesuai formula PP 78/2015 maka nilai Upah Minimum (UM) akan turun karena inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang negatif, kalau sesuai KHL ya konsekuensinya daerah seperti DKI dan Karawang ya akan turun nilainya," ujarnya.

5. Buruh Bandingkan dengan Krisis 1998

Ketua KSPI Said Iqbal mengatakan, rincian angka 8% karena melihat kenaikan upah selama 3 tahun berturut-turut. Hal itu membandingkan krisis ekonomi pada 1998, di mana pertumbuhan ekonomi kita itu minus sekitar 17,6%. Pada kondisi seperti itu, upah minimum DKI Jakarta tetap naik, bahkan angkanya mencapai 16%.

"Kami meminta kenaikam UMP sebesar 8%. Hanya ada dua alasan. Pertama, jauh sebelum sekarang ini terjadi Covid-19. 1998 pun terjadi resesi ekonomi tapi upah masih bisa naik," ujar Said dalam diskusi virtual, Rabu (21/10/2020).

Dia melanjutkan, kenaikan upah ini agar meningkatkan daya beli masyarakat harus dijaga agar mampu menjadi mesin pendorong ekonomi, di saat pemerintah tak bisa berharap banyak dari investasi, ekspor dan sebagainya.

"Tinggal konsumsi, konsumsi yang bisa dijaga untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, agar tidak makin resesi dalam adalah dengan cara menjaga daya beli, purchasing power. Upah adalah salah satu instrumennya," tandasnya

6. Buruh Ingatkan soal Demo

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta upah minimum provinsi (UMP) tahun depan naik 8%. Jika pemerintah tidak memgabulkannya, buruh pun siap melakukan aksi demo lebih besar dari Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.

"Kalau enggak dikabulkan kita akan demo lebih besar dari Omnibus Law Cipta Kerja," kata Ketua KSPI Said Iqbal, dalam video virtual, Rabu (21/10/2020).


7. Penjelasan Kemnaker

Kementerian Ketenagakerjaan masih belum memutuskan untuk penetapan Upah Minimum untuk tahun depan. Sebab saat ini pihaknya masih melakukan pembahasan untuk penetapan UMP tahun depan.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jaminan Sosial) Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang, mengatakan pemerintah tetap mendengarkan aspirasi seluruh pihak terkait formulasi dan rekomendasi kebijakan pengupahan yang terbaik. Salah satunya adalah dengan memperhatikan situasi pandemi covid-19

Menurutnya, pandemi covid-19 ini menyebabkan perlambatan ekonomi hampir di semua sektor. Maka perubahan komponen dan jenis kebutuhan hidup layak (KHL) yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan hendaknya memperhatikan perlindungan pekerja atau buruh dan kelangsungan berusaha.

"Masa peninjauan KHL saat ini berbarengan dengan pandemi Covid-19 dan berdampak terhadap ekonomi, bukanlah kondisi yang diinginkan oleh semua pihak. Namun, dalam kondisi saat ini, pemerintah masih terus mendengar seluruh pihak terkait formulasi kebijakan pengupahan yang terbaik di masa pandemi Covid-19," ujarnya melalu keterangan tertulis, Senin (19/10/2020).

8. Yuk Cari Pemasukan Tambahan

 

Perencana Keuangan dari OneShildt Financial Planning Agustina Fitria mengimbau kepada seluruh pekerja untuk tak lagi mengharapkan penghasilan dari gaji bulanan. Kini, mereka harus mencari alternatif pemasukan lain dengan cara membuka usaha.

"Alternatif lain adalah menambah pemasukan," kata Agustina saat dihubungi Okezone, Rabu (21/10/2020).

Selain itu, lanjut dia, mereka pun harus mengevaluasi pengeluaran bulanan. Misalnya, mengurangi alokasi untuk belanja yang sifatnya konsumtif.

"Maka perlu melakukan review atas pos-pos pengeluaran. Untuk pos pengeluaran yang tidak penting atau tidak prioritas maka bisa dikurangi agar arus kas tidak defisit," ujarnya.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya