Sementara, Siti Fatima mengaku telah mengajar selama Sembilan tahun di pedalaman Manggarai Barat dengan mendapat upah hanya sebesar Rp300.000 per bulan. Padahal, untuk sampai ke sekolah tempatnya mengajar, ia harus menempuh perjalanan yang jauh dan medan yang sulit.
Hal serupa juga dirasakan oleh para guru honorer lain, seperti Kahar, Asnawati, Mukimnah, dan lainnya, yang berasal dari wilayah timur Indonesia. Bagi mereka, segala keterbatasan tidak menghentikan niat tulus dan ikhlas mereka untuk melayani dan memberikan pengajaran bagi para siswa yang menimba ilmu di sekolah.
Ramli menceritakan sebagian besar guru honorer, terutama yang mengajar di sekolah negeri, sangat jauh dari kesejahteraan. Di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, misalnya, gaji guru honorer hanya Rp100.000 per bulan. Gaji tersebut pun dibayarkan tiga bulan atau enam bulan sekali.
“Mereka ini mayoritas sudah berhenti jadi guru, karena dibayar murah. Tapi ketika mereka berhenti, murid-murid datang ke rumahnya meminta mereka kembali karena tidak ada lagi pengajar pengganti. Akhirnya mereka kembali mengajar. Jadi ini semua adalah panggilan hati,” kata Ramli.