5 Fakta Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dari Biaya Bengkak hingga Tunda Stasiun Walini

Sevilla Nouval Evanda, Jurnalis
Sabtu 23 Oktober 2021 06:02 WIB
Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung (Foto: Okezone)
Share :

3. Bisa Jadi Magnet Investor, Dampak Ekonominya Sampai 30 Tahun

KCJB digadang-gadang sebagai ikon kebanggaan Indonesia. Pasalnya, moda transportasi yang pertama di Asia Tenggara ini secara tak langsung bisa jadi magnet untuk investor menanamkan modalnya di tanah air.

Kendati begitu, Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Harya Setyaka Dillon menyebut, dampak positif ekonomi dari adanya KCJB tidak akan dirasakan dalam waktu dekat. Butuh 10 hingga 30 tahun lagi untuk merasakannya.

"Ini tidak jauh berbeda dengan jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Saat baru diresmikan, pelabuhan mungkin baru dirasakan manfaatnya 15 tahun ke depan," katanya.

4. Pembangunan Stasiun yang Ditunda

Saat ini, dikonfirmasi adanya penundaan pembangunan salah satu stasiun yang menjadi jalur kereta cepat, yakni Stasiun Walini. Padahal, rencananya Walini akan menjadi daerah Transit Oriented Development (TOD).

Mirza mengatakan, KCIC menilai potensi penumpang dari dan menuju Stasiun Walini diprediksi tak cukup besar, mengingat pengembangan di area kawasan Walini masih relatif rendah. Dia pun menjelaskan, dana pengembangan yang seharusnya untuk pembangunan Stasiun Walini akan dialihkan untuk pengembangan Stasiun Padalarang.

Menurut Mirza, penundaan pembangunan bukan berarti pengerjaan konstruksi di Walini batal. Namun hanya ditunda sementara waktu. Untuk fase selanjutnya, Stasiun Walini akan tetap dibangun.

"Fokus kami saat ini adalah melakukan percepatan pembangunan untuk mengejar target operasional di akhir tahun 2022," katanya.

5. Pembengkakan Biaya

Proyek KCJB sebelumnya sempat menjadi sorotan publik setelah direncanakan mendapatkan kucuran kas keuangan negara. Keputusan pemerintah untuk turun tangan tak lepas dari ancaman pembengkakan biaya pengerjaan proyek.

Saat ini, Harya menilai pembengkakan biaya proyek mencapai USD8 miliar atau Rp114,4 triliun dari semula USD6,07 miliar. Bagi dia, kondisi pandemi Covid-19 memang menempatkan pemerintah dan konsorsium kereta cepat dalam posisi sulit.

“Sebagus-bagusnya perencanaan, Covid-19 itu ada di luar rencana yang paling baik sekalipun. Pertanyannya sekarang, proyek ini mau dimangkrakan atau dilanjutkan,” kata Harya.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya