Dia menyebutkan, subsidi energinya akan membengkak cukup signifikan, karena pada asumsi makro APBN, harga minyak hanya tercatat USD 63 per barel. Sehingga, selisih harga minyak yang ditetapkan dalam APBN maupun harga minyak mentah riil sudah terlalu jauh, maka imbasnya pasti akan ada pembengkakan subsidi energi yang signifikan.
"Oleh karena itu, pemerintah perlu didesak untuk segera melakukan perubahan APBN untuk menyesuaikan kembali beberapa indikator khususnya nilai tukar rupiah dan inflasi, karena inflasinya bisa lebih tinggi dari perkiraan dan perlu dilakukan antisipasi seperti tambahan dana PEN yang sebagian mencakup stabilitas harga pangan dan stabilitas harga energi ke dalam komplemen anggaran PEN karena ini mengancam serius sekali pada stabilitas dan pemulihan ekonomi sepanjang 2022," terangnya.
Jadi, sambung Bhima, ketika pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, maka harus dipastikan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat baik minyak goreng, kedelai, maupun komoditas lainnya, serta BBM dan LPG bisa terjaga harganya hingga akhir 2022.
(Feby Novalius)