Tidak hanya itu, kekeringan di wilayah Amerika Utara mengakibatkan produksi rapeseed mengalami penurunan hingga permintaan bahan baku minyak goreng itu mengalami kenaikan.
"Termasuk faktor lain yaitu naiknya harga pupuk hingga mengakibatkan petani mengalami kendala dalam memperoleh pupuk dan mempengaruhi turunnya produksi TBS," katanya.
Di lain sisi, lanjut Bambang, perang antara Ukraina dan Rusia juga berdampak pada kenaikan harga CPO. Pasalnya, kedua negara tersebut merupakan negara pemasok minyak biji bunga matahari.
Perang tersebut, menurutnya menjadi kendala dalam produksi biji bunga matahari, sehingga berpengaruh pula terhadap naiknya permintaan CPO dari India.
"Saat ini, kelapa sawit memang menjadi andalan dalam memperoleh cash in dalam memenuhi aktivitas operasional perusahaan," katanya.
Meski kelapa sawit kini menjadi andalan bagi perusahaan, namun Bambang pun menegaskan bahwa PTPN VIII tetap fokus memproduksi CPO untuk dalam negeri.
Sebelumnya, Erick Thohir menyebut, tingkat produksi PTPN Group di industri sawit saat ini baru mencapai 6 persen, meski begitu Kementerian BUMN akan menginisiasi agar masyarakat tetap memperoleh minyak goreng.
"Total produksi PTPN di industri sawit memang hanya 6 persen, namun kami tetap turun untuk berusaha membantu masyarakat. Karena itu seperempat dari produksi, kali ini kami dorong untuk ikut serta membantu ketersediaan minyak goreng di tengah-tengah masyarakat," ujar Erick melalui akun instagramnya, dikutip Senin (21/2/2022).
Erick menegaskan dengan segala kemampuan BUMN berusaha menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi di masyarakat saat ini. PTPN Group sendiri mendedikasikan sekitar 750.000 liter per bulan selama 5 bulan untuk mendukung program minyak goreng murah Rp14.000 per liter di seluruh Indonesia.
(Feby Novalius)