JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai agar pajak karbon tidak menjadi tempat pencucian uang. Menurutnya, pajak karbon ini masih bisa dijadikan wahana pencucian uang (money laundering) dan illegal financial trafficking atau keuangan ilegal (illicit financing).
"Untuk kegiatan narkotika itu USD344 miliar estimasi value keuangan ilegalnya. Yang kedua, kegiatan produksi dan perdagangan barang-barang palsu atau counterfeit mencapai USD288 miliar," ujar Sri dalam PPATK 3rd Legal Forum di Jakarta, Kamis(31/3/2022).
Yang ketiga, lanjut Sri, adalah di bidang lingkungan yang mencapai USD281 miliar, dan ini tidak hanya dari sisi kejahatan dan nilainya yang besar, tapi juga kerusakan lingkungan yang terjadi atas tindakan kriminal di bidang lingkungan.
"Yang mungkin cukup mengkhawatirkan, dampak dan biaya dari kejahatan lingkungan setiap tahunnya naik 5-7%, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi dunia. Ini artinya kegiatan kriminal yang merusak lingkungan ini menghasilkan uang, dan kemudian uangnya dicuci melalui money laundering, itu jauh lebih cepat dari kegiatan ekonomi yang legitimate dan legal," ungkap Sri.
Dia mengatakan bahwa kegiatan kejahatan lingkungan seperti illegal logging, illegal fishing, dan juga illegal mining itu tidak hanya kriminal dari sisi ekonomi, tapi juga dari sisi lingkungan. Sehingga, kerugian bagi suatu negara bukan hanya dari sisi keuangan, tapi juga dari rusaknya lingkungan.
"Karena begitu besarnya kerusakan dari kejahatan lingkungan ini, maka ini menjadi salah satu fokus untuk bisa menanganinya, misalnya cara seperti carbon trade. Kejahatan-kejahatan ini tidak memiliki batas negara atau borderless, karena kegiatan-kegiatan ini dilakukan di negara A, penadahnya di negara B, dicuci dan dijualnya di negara C, jadi ini adalah operasi borderless," ungkap Sri.