Ini Sederet Tantangan dan Peluang yang Akan Dihadapi Industri Properti 2023

Clara Amelia, Jurnalis
Kamis 15 Desember 2022 18:52 WIB
Sederet Tantangan dan Peluang Industri Properti 2023 (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Sederet tantangan yang akan dihadapi industri properti di Indonesia pada 2023. Salah satu tantangan yang akan dihadapi adalah ancaman resesi global 2023.

"Situasi pasar properti pada tahun 2023 akan kembali menghadapi tantangan. Ancaman resesi dan kenaikan suku bunga global akan membuat penjual dan penyedia suplai hunian berhati-hati dalam membuat keputusan,” kata Marine Novita, Country Manager Rumah.com dalam risetnya, Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Penguatan Dolar Amerika Serikat (AS) juga diperkirakan masih akan berlangsung lama, karena kondisi makroekonomi masih dalam ketidakpastian akibat perang Rusia-Ukraina serta kenaikan suku bunga federal Amerika Serikat. Dolar AS menguat tidak hanya terhadap Rupiah melainkan juga mata uang lainnya namun Rupiah jadi salah satu mata uang yang paling kuat bertahan dengan pelemahan yang relatif sedikit.

BACA JUGA:Usai Aturan Covid-19 Longgar, Sektor Properti Kian Cuan 

Salah satu kunci kuatnya Rupiah adalah posisi Indonesia sebagai produsen komoditas khususnya terkait energi seperti batubara, gas, dan minyak nabati. Masalahnya, komoditas energi ini juga diperlukan dalam produksi bahan-bahan konstruksi bangunan seperti besi dan semen.

"Karena itu, para pengembang properti sudah mulai melaporkan dan mengeluhkan naiknya ongkos produksi yang berimbas pada kenaikan harga properti," ujarnya.

Marine menambahkan bahwa kenaikan harga bahan konstruksi bangunan hanya salah satu faktor dalam kenaikan indeks harga properti. Setidaknya ada dua faktor lain yaitu pertama adalah permintaan terhadap properti juga meningkat selama tiga kuartal terakhir mengiringi pulihnya ekonomi dari pandemi dan selesainya beberapa infrastruktur yang memudahkan akses pemukiman.

Sedangkan faktor kedua pendorong kenaikan indeks harga properti adalah suku bunga perbankan. Kebijakan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di tingkat 3,5 persen selama 18 bulan hingga awal semester dua 2022 mendorong perbankan untuk ikut menurunkan suku bunga KPR dan KPA menjadi sekitar 7,7 persen secara rata-rata di tahun 2022 sehingga memudahkan mereka yang ingin membeli rumah.

“Dalam data terakhir yang kami himpun, suku bunga KPR per Oktober 2022 secara agregat masih belum mengalami kenaikan, walaupun tren penurunannya kemungkinan tidak akan berlanjut.”

BACA JUGA:Tips Investasi Properti bagi Anak Muda, Ingat Jangan Mudah Percaya Tawaran Promosi 

Suku bunga acuan BI7DRR mulai naik bertahap hingga mencapai 5.25 persen di bulan November 2022. Dampak kenaikan suku bunga BI terhadap rata-rata bunga KPR dan KPA sudah mulai terlihat di bulan Oktober 2022 setelah lebih dari satu tahun suku bunga hunian ada dalam tren menurun karena suku bunga acuan BI yang sempat berada di 3,5% selama 18 bulan berturut-turut.

Kenaikan suku bunga acuan ini juga tentu membuat pengembang properti sebagai usaha yang padat modal perlu mengantisipasi kenaikan cost of fund sehingga harga jual ke konsumen juga kemungkinan akan terpengaruh.

 

Marine menjelaskan ancaman resesi memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Namun, ada beberapa hal yang bisa menciptakan keyakinan bahwa dampak resesi terhadap Indonesia tidak akan seburuk yang dikhawatirkan dan diperkirakan tidak akan lebih parah jika dibandingkan dengan dampak pandemi selama dua tahun ke belakang.

Semakin dekatnya pemilu 2024 akan membuat tahun 2023 tidak lepas dari memanasnya suhu politik. Namun Marine menjelaskan bahwa sektor properti sebagai kebutuhan primer masyarakat selama ini terbukti sebagai sektor yang tangguh.

“Melihat histori dari tahun-tahun pemilu sebelumnya, laju penyaluran kredit hunian relatif resilient. Di tahun 2014 dan 2019 misalnya, laju penyaluran kredit hunian masih bisa tumbuh lebih baik dibanding kredit secara keseluruhan.” jelas Marine.

Bahkan di tengah pandemi mulai 2020 dan juga di 2021, penyaluran kredit hunian masih bisa tumbuh bahkan ketika kredit secara keseluruhan sempat turun.

“Hunian adalah kebutuhan dasar, di mana sebanyak 12 juta keluarga masih belum memiliki rumah. Dari sisi piramida penduduk pun, sebanyak 88 juta jiwa atau 40 persen dari total jumlah penduduk Indonesia berada pada usia 20-44 tahun. Ini adalah rentang usia yang menjadi target pasar sektor properti hunian. Ini artinya, peluang pada pasar properti masih tetap dinamis dan resilient,” kata Marine.

Tren harga properti menunjukkan kenaikan secara merata di kawasan Jabodetabek, demikian pula halnya dengan permintaan. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tren positif di kawasan ini ditopang oleh perkembangan infrastruktur, baik transportasi umum maupun fasilitas umum.

Beberapa akses infrastruktur yang akan segera beroperasi menurut Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) adalah 16 ruas jalan tol baru di Jawa dan Sumatera pada 2022. Ruas jalan tol tersebut adalah Serpong-Cinere Seksi 2 (3,6 Km), Cinere-Jagorawi Seksi 3 (5,5 Km), Bekasi-Kampung Melayu Seksi 1A, 2A, dan 2A-Ujung (6,6 Km), Serpong-Balaraja Seksi 1A (5,2 Km), Ciawi-Sukabumi Seksi 2 (11,9 Km), Cibitung-Cilincing Seksi 4 (7,52 Km), dan Cimanggis-Cibitung Seksi 2 (3,5 Km).

Seiring dengan penyelesaian beberapa ruas jalan tol tersebut, sejumlah wilayah di Jabodetabek mengalami kenaikan yang pesat. Kabupaten Tangerang mengalami kenaikan sebesar 28% secara tahunan pada kuartal ketiga 2022, sementara wilayah Depok dan Bogor mengalami kenaikan sebesar 10% secara tahunan pada kuartal yang sama.

Selain itu pembangunan sarana angkutan umum massal seperti proyek Light Rapid Transit (LRT) Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) juga hampir selesai. Kedua sarana transportasi tersebut ditargetkan akan mulai beroperasi pada pertengahan 2023 yaitu Juli 2023 untuk LRT Jabodebek dan Juni 2023 untuk KCJB.

Marine menuturkan bahwa tersedianya berbagai akses dan sarana transportasi tersebut tentu meningkatkan minat pencari hunian untuk mencari lokasi yang sesuai dengan memanfaatkan akses-akses transportasi baru. Secara historis, mengingat Indonesia adalah pengekspor komoditas maka adanya kenaikan harga komoditas ikut mendorong perekonomian dan minat pembelian rumah.

Berdasarkan tren tersebut, pihaknya menganalisis sejumlah wilayah yang diperkirakan akan menjadi sunrise property di tahun 2023 di antaranya adalah Kabupaten Tangerang dan Kota Depok.

Konsumen perlu mengantisipasi terhadap resesi dan kenaikan suku bunga global di mana diprediksi akan berpengaruh terhadap harga dan biaya pembelian properti di tahun 2023. Bank penyedia fasilitas pembiayaan juga sudah mulai menaikkan suku bunga untuk hunian, dan diprediksi masih akan melakukan penyesuaian terhadap suku bunga KPR serta KPA.

Pesatnya pembangunan infrastruktur, khususnya jalan dan transportasi umum, memunculkan lokasi-lokasi strategis baru yang akan semakin memperbanyak pilihan bagi konsumen. Lokasi-lokasi baru akan dipasarkan dengan harga yang masih terjangkau dengan prospek kenaikan dalam waktu relatif dekat, menjadi kesempatan bagi pencari properti untuk dihuni maupun investasi.

Sementara penjual properti perlu menangkap peluang di tengah ancaman resesi dan kenaikan suku bunga global, pasar properti hunian tetap menunjukkan tren yang positif memasuki kuartal terakhir tahun 2022.

Kenaikan indeks harga jual yang mencapai 5% per tahun tak menyurutkan minat konsumen. Sementara itu, indeks permintaan terhadap properti hunian justru naik hingga 9 persen secara tahunan pada kuartal ketiga 2022.

Optimisme ini juga dapat dilihat dari sisi pencarian hunian oleh konsumen. Pencarian terhadap properti menengah atas dengan harga di atas Rp1 miliar mencapai 56% dari total pencarian di Rumah.com. Ini artinya, mayoritas konsumen cukup percaya diri merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan hunian yang menawarkan kualitas lebih.

Marine mengungkapkan bahwa tantangan maupun peluang bagi industri properti akan ada di tahun 2023. Permintaan properti perumahan secara umum masih akan kuat, namun menghadapi sedikit perlambatan seiring kenaikan harga bangunan dan suku bunga KPR. Bagi para pengembang properti perlu mencari celah peluang dan inovasi dalam menghadapi ancaman resesi dan tekanan inflasi.

“Bagaimanapun, sejalan dengan kuatnya daya tahan ekonomi Indonesia untuk melanjutkan fase pemulihannya di tahun 2023, bisnis dan industri properti di tahun 2023 akan tetap prospektif. Bagi konsumen ini merupakan timing yang cukup tepat untuk membeli, sebelum kenaikan harga berlanjut lagi. Namun perlu diperhatikan bahwa outlook pasar properti hunian pada 2023 akan bergantung pada kebijakan Pemerintah dalam menjaga situasi ekonomi nasional,” pungkas Marine.

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya