JAKARTA - Polemik Shell yang mundur dari proyek Blok Masela masih berlanjut. Keputusan Shell yang mundur dari proyek gas Lapangan Abadi Blok Masela tentunya membuat berbagai pihak merasa kecewa.
Terlebih, perusahaan tersebut juga tidak melepas hak partisipasi atau participating interest (PI) sebanyak 35% itu. Sikap Shell yang tidak bertanggung jawab ini tidak hanya membuat sejumlah pihak kecewa, tetapi juga sangat menghambat proyek Blok Masela yang dijadwalkan akan beroperasi pada 2027.
Dirangkum Okezone, Minggu (4/6/2023) berikut ini fakta-fakta Shell bikin masalah di Blok Masela.
1. Tak bertanggung jawab
Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Arifin Tasrif mengaku merasa kecewa dengan Shell dan menilai mereka sangat tidak bertanggung jawab dalam proses negosiasi pelepasan hak partisipasi atau participating interest (PI) Blok Masela sebesar 35% ke PT Pertamina (Persero) yang hingga sekarang belum selesai.
Tak hanya Menteri ESDM, anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto juga menilai kalau Shell tidak konsisten dan bertanggung jawab terhadap proyek tersebut.
"Tahun 2024 kan sebentar lagi jadi harusnya Shell mempertimbangkan soal ini dengan serius. Kalau mau mundur ya mundur dengan baik dan bertanggung jawab. Jual kepada investor yang berminat. Jangan menggantungnya," ujar Mulyanto.
2. Proses negosiasi (PI) lama
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian BUMN Tutuka Ariadji menilai bahwa proses negosiasi pengalihan hak partisipasi atau participating interest (PI) dari Shell ke PT Pertamina (Persero) sebesar 35% itu berlangsung lama sehingga membuat pemerintah terpaksa kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan sumber gas dari proyek gas Lapangan Abadi Blok Masela.
"Masela itu agak lama, jadi pemerintah kehilangan kesempatannya. Akhirnya Pak Menteri ESDM (Arifin Tasrif) menyampaikan kecewa lah. Jadi kami mau tindaklanjuti," ujar Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian BUMN tersebut.
3. Indonesia dirugikan
Terkait hal tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif pun mengatakan jika sikap Shell yang tidak bertanggung jawab itu sangat merugikan bagi Indonesia.
"Ya kan kalau dalam 5 tahun tidak dilaksanakan apa-apa kita akan tinjau kembali termasuk kemungkinan untuk itu (kembali menjadi milik negara). Ini kan sudah berapa tahun itu sejak 2019 sampai 2023 sudah 4 tahun. Makanya kita sudah mengingatkan nih, juga sekarang ini yang merasa dirugikan ya Indonesia. Nah kita tidak mau hal ini terjadi," terang Arifin.
4. Mengganggu ketahanan energi
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan lambatnya proses ini akan mengganggu transisi hingga ketahanan energi. Terlebih, proyek tersebut sudah mundur cukup lama, sehingga akan mengganggu proyek migas pemerintah yang sejatinya ditargetkan beroperasi pada 2027.
"Kita minta shell sungguh-sungguh untuk ini, kita serius. Karena ini mengganggu transisi energi kita, mengganggu ketahanan energi kita, ini yang krusial," kata Arifin.
5. Inpex masih komitmen
Adapun Arifin mengungkap hingga saat ini hanya Inpex yang masih memiliki kesungguhan untuk tetap mengelola harta karun yang terletak di Maluku tersebut.
"(Sampai sekarang) Inpex masih full komitmen, tapi kan sudah 4 tahun. Bayangkan saja sejak 2019 kita kasih POD 1 yang membantu keekonomian Masela ini, 2020 tiba-tiba Shell mundur. Dari mundur itu sampai sekarang tidak ada kejelasan. Kalau mau mundur dari dulu saja sebelum POD," jelas Arifin.
6. Akan dilelang ulang
Dikatakan Arifin, jika sampai 2024 negosiasi ini tak kunjung selesai, maka pemerintah membuka opsi untuk melakukan lelang ulang proyek minyak dan gas (migas) jumbo tersebut, termasuk hak partisipasi sebesar 65% yang dimiliki oleh Inpex Corporation Ltd, perusahaan asal Jepang.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)