JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai kebijakan work from home (WFH), pengaturan ganjil-genap 24 jam, ataupun tilang untuk kendaraan yang tidak lulus uji emisi tidak bisa mengatasi permasalahan polusi udara di Jakarta.
Ketua Umum MTI Tory Damantoro mengatakan, kebijakan tersebut hanya sementara. Pasalnya, kualitas bahan bakar dan standar emisi yang menimbulkan polutan pencemaran udara yang membuat langit Jakarta tidak lagi cerah, yaitu Particulate Matter (PM), NOx dan SO2.
“Kalau concern-nya langit yang tidak cerah, harus tahu dulu jenis polutan pencemarannya, baru dibuat target upaya yang fokus pada sumber-sumber polutan pencemaran itu,” ujar Tory, Jumat (1/9/2023).
Tory mengatakan, semua upaya penanganan polusi udara hendaknya bersifat terintegrasi multisektoral berbasis perencanaan matang. Pasalnya sudah banyak kebijakan yang dikeluarkan namun pemerintah tidak pernah konsisten dalam melaksanakannya.
Selain itu, Tory juga menekankan pentingnya monitoring dan evaluasi dari sumber pencemaran udara tersebut. Pencemaran udara semakin buruk di kota-kota di Indonesia berasal dari berbagai sumber,seperti transportasi, industri, pembangkit, dan kebakaran hutan.
Dia menyaranlan sudah saatnya dibuat platform monitoring kualitas udara yang bisa menyampaikan secara akurat dan tepat waktu kondisi kualitas udara di kota-kota sehingga pembuat kebijakan bisa mengambil tindakan untuk kepentingan masyarakat.
Platform tersebut harus transparan sehingga masyarakat juga dapat memantau serta universitas juga dapat melakukan riset dan memberikan rekomendasi kepada pengambil kebijakan.
Pendapat serupa disampaikan Guru Besar Teknik Lingkungan ITB Profesor Puji Lestari, yang menyebutkan sumber utama pencemaran udara yang menyebabkan langit di Jakarta tidak lagi cerah adalah polutan PM2,5, NOx, dan SOx, yang terutama bersumber dari sektor transportasi dan industri.
Dia mengatakan, particulate Matter (PM) dapat mengurangi visibilitas (menyebabkan kabut). PM bervariasi secara signifikan dalam bentuk, ukuran dan komposisi kimia. Partikel penyebab kabut secara langsung terlepas ke udara seperti debu yang tertiup angin dan jelaga.
“Sangat penting untuk memahami jenis pencemaran yang menyebabkan langit tidak cerah dan sumber sumber utamanya dalam menentukan solusi bagi pencemaran udara Jakarta,” jelasnya.
Sementara, Kajian Departemen Teknik Lingkungan ITB menunjukkan bahawa polutan pencemaran Particulate Matter (PM2.5) bersumber dari sektor transportasi, sektor industri, sektor pembangkitan, dan sektor rumah-tangga, dengan kontribusi masing masing sebesar 46 persen, 43%, 9%, dan 2%.
Dan untuk polutan pencemaran NOx di Jakarta bersumber dari adalah sektor transportasi, pembangkitan, industri, dan perumahan dengan kontribusi masing-masing berturut turut adalah 57%, 24%, 15%dan 4%.
"Berbeda dari PM2.5 dan NOx, polutan pencemaran yang mengeruhkan langit Jakarta, yaitu polutan pencemaran SO2, utamanya bersumber dari sektor industri pabrik sebesar 67%, disusul sektor pembangkitan sebesar 24% dan baru kemudian sektor transportasi sebesar 3%," katanya.
Prof Puji menambahkan bahwa kendaraan angkutan berat (HDV) seperti bus, truk dan kendaraan berbahan bakar solar menjadi sumber utama emisi PM2.5 dan NOx, sedangkan polutan CO dan NMVOC lebih banyak di hasilkan dari sepeda motor.
(Feby Novalius)